JAKARTA--MIOL: Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro mengungkapkan keberadaan UU No 22 Tahun 1999 yang kemudian diubah menjadi UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur pelaksanaan otonomi daerah (otda) menyebabkan investasi di sektor pertambangan mengalami penurunan. "Investasi pertambangan secara umum memang turun setelah krisis tahun 1997. Tapi, diperparah lagi sejak berlakunya otonomi daerah," ujarnya di sela pembahasan RUU Mineral dan Batu Bara (Minerba) dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Rabu (25/1). Menurut dia, sejak pemberlakukan otda tersebut maka investor tidak lagi menandatangani kontrak dengan pemerintah pusat, namun dengan pemda. Namun, akibatnya investor menjadi enggan melakukan investasi di sektor pertambangan karena kurang yakin dengan jaminan kontrak yang ditandatangani dengan pemda. "Sejak berlakunya otda, menteri tidak pernah lagi teken kontrak. Semua sudah diserahkan ke pemda sesuai UU. Sementara investor tidak mau teken kontrak dengan pemda. Mereka maunya dengan menteri atau presiden," katanya. Ia mengatakan, pemberlakuan UU tersebut akhirnya menjadi sebuah paradoks, karena di satu sisi dilakukan desentralisasi, namun di satu sisi harus menarik investor. Purnomo mengungkapkan sebagai jalan tengah, dalam draf RUU Minerba termuat dua opsi yakni pemberian izin oleh pemda atau membentuk BUMN yang melakukan kontrak dengan investor. Ia mengatakan, pembentukan badan pengatur seperti dilakukan di sektor migas tidak dimungkinkan, karena filosofi bisnis kedua sektor tersebut berbeda. "Kalau di pertambangan kontraknya adalah turn key sehingga manajemen berada di mereka. Sedang, di migas, ada badan yang mengontrol," ujarnya. Mengenai revisi kontrak karya (KK) PT Freeport Indonesia, Purnomo mengatakan, hal itu bisa saja dilakukan asalkan terjadi kesepakatan antara perusahaan tambang dan pemerintah. "Revisi bisa saja dilakukan asalkan ada kesepakatan antarkedua belah pihak yang menandatangani KK itu," katanya. Sementara itu, mantan Ketua MPR Amien Rais meminta pemerintah merevisi atau kalau memungkinkan membatalkan KK pertambangan khususnya dengan Freeport. Menurut dia, Freeport setidaknya telah melakukan tiga kejahatan besar dalam aktivitas pertambangannya di Papua. Dalam suatu diskusi di Jakarta, Rabu, Amien mengatakan, ketiga kejahatan luar biasa tersebut adalah kejahatan ekologi, kejahatan penjarahan hasil tambang yang berlangsung puluhan tahun, dan kejahatan penggelapan pajak. (Ant/OL-06) |