Newmont terancam sanksi pemutusan kontrak karya
JAKARTA (Bisnis): Pemerintah akan menindak tegas PT Newmont Minahasa Raya (NMR), jika terbukti menjadi penyebab meningkatnya kadar logam berat di Teluk Buyat, sehingga mengganggu kesehatan warga Desa Ratatotok, Sulut.
"Jika Newmont bersalah, kami akan memberi sanksi hukum dan pemutusan kontrak karya," ujar Simon F. Sembiring, Dirjen Geologi & Sumber Daya Mineral Departemen Energi & Sumber Daya Mineral kemarin.
Penyebab meningkatnya logam berat itu, kata dia, tengah diselidiki oleh tim pemantau penutupan tambang Departemen ESDM. Dugaan sementara, kadar logam itu bertambah karena akumulasi pembuangan limbah tambang emas di bawah laut (submarine tailing disposal/STD) PT NMR.
Saat ini, menurut dirjen, perusahaan itu memasuki pascatambang menyusul habisnya kandungan bijih emas di kawasan itu setelah operasionalnya sejak delapan tahun lalu.
Departemen ESDM, ujar Simon, tengah menunggu hasil penelitian tim pemantau yang dibentuk Februari lalu untuk meneliti kondisi lahan dan rencana reklamasi usai penutupan tambang tersebut.
"Kalau hasil penelitian oke, kita bisa terminasi dan mereka bisa pergi. Tapi kalau belum ada hasil, mereka tidak bisa begitu saja menutup tambangnya."
NMR, ucapnya, juga harus memberi kompensasi terkait kerugian yang ditimbulkannya pada lingkungan di sekitar tambang itu.
Namun, tuturnya, jumlah kompensasi itu belum bisa ditentukan karena tergantung luas reklamasi yang harus ditanggung NMR.
Kaji ulang
Soal STD, dia mengisyaratkan akan mengkaji ulang sistem perizinan itu. Apalagi sistem tersebut tidak lagi diterapkan di negara lain.
"Kami akan kaji ulang STD. Di Indonesia ya memang cuma Newmont yang melakukan itu. Tapi perizinannya sudah melalui amdal [analisa mengenai dampak lingkungan], dan waktu itu [sebelum PT NMR beroperasi] hasilnya aman. Secara teknis bisa dipertanggungjawabkan," katanya.
Sementara itu, menurut data terakhir mengenai kinerja detoksifikasi tailing yang dilaporkan PT NMR kepada pemerintah pada Februari 2003 menunjukkan kadar logam berat di bawah ambang batas yang ditentukan World Health Organization (WHO).
Logam itu a.l. sianida bebas yang kurang dari 0,14 miligram per liter, atau di bawah baku mutu WHO sebesar 0,5 miligram per liter. Sedangkan merkuri dan arsenik masing-masing 0,04 miligram per liter dan 0,04 miligram per liter dari ambang batas 0,08 miligram per liter dan 0,5 miligram per liter.
Simon menambahkan pemantauan kadar limbah itu tidak hanya dilakukan PT NMR, tetapi juga oleh Bapedal setempat. Sementara itu, lanjutnya, Departemen ESDM juga melakukan penelitian rutin tiga kali setahun untuk menekan potensi racun logam berat.
"Kami concern dulu untuk masalah lingkungan. Ini yang penting," ujar Simon.
Sementara itu Dosen Fakultas Kedokteran Masyarakat Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado yang juga aktivis Yayasan Suara Nurani Perempuan, Jane Pangemanan, mengatakan sebanyak 167 kepala keluarga warga Buyat yang diperiksa, 80%-nya mengalami gejala yang sama seperti kejang-kejang, tumor dan nyeri kepala.
"Kalau masalah ini dibiarkan saja akan banyak warga yang menderita cacat permanen, bisa menyebabkan kematian dan kemungkinan terjadinya mutasi gen," ujarnya.
Hal inilah yang menyebabkan Jane melaporkan kasus ini ke Mabes Polri. (m03/06)