Newmont Tak Pernah Diizinkan Buang \"Tailing\" ke Teluk Buyat

Newmont Tak Pernah Diizinkan Buang "Tailing" ke Teluk Buyat

Suara Pembaruan, 7 Februari 2006

 

MANADO- Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) tidak pernah memberikan izin kepada PT Newmont Minahasa Raya (NMR) untuk membuang tailing ke Teluk Buyat. Perusahaan tambang emas dari Amerika Serikat (AS) itu memang pernah mengajukan izin untuk pembuangan tailing dimaksud, tetapi KLH tidak mengabulkannya.

Penegasan itu disampaikan Deputi III KLH Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Lingkungan Dra Masnellyarti Hilman MSc, saat bersaksi dalam sidang kasus pencemaran lingkungan di Pengadilan Negeri (PN) Manado, Sulawesi Utara, Jumat (3/2) lalu.

Menurut Masnellyarti, presiden direktur perusahaan penambangan emas dari Amerika Serikat (AS) itu pernah mengajukan surat permohonan izin membuang limbah tailing ke Teluk Buyat, namun saat itu permohonan izin tidak dikabulkan, karena dinilai oleh KLH pembuangan itu akan menimbulkan masalah. Masalah yang diketahui kemudian adalah adanya gangguan terhadap kehidupan laut di sekitar lokasi pembuangan tailing.

Berdasarkan hasil penelitian KLH bersama Universitas Sam Ratulangi Manado, lanjutnya, pada kedalaman 82 meter tidak terdapat termoklin, tidak seperti digambarkan dalam analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) PT NMR yang terdapat termoklin. Sesuai hasil penelitian, termoklin di sekitar teluk tersebut baru bisa ditemukan pada kedalaman sekitar 110 meter.

Sementara PT NMR selama beroperasi membuang tailing-nya pada pipa yang ditanam di kedalaman 82 meter. Akibatnya tailing yang merupakan sisa material tambang yang tidak terpakai tidak mengendap pada dasar laut, melainkan bergerak ke permukaan. Padahal tailing itu mengandung arsenik dan merkuri.

Pada kesempatan itu, Masnellyarti, juga menjelaskan tentang studi Ecological Risk Assessement (ERA) yang dilakukan PT NMR kurang memenuhi syarat, sehingga harus diulang. Namun hingga saat ini permintaan itu tidak diselesaikan.

Studi ERA patut dilakukan PT NMR karena adanya keberatan dari sejumlah masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat bahwa di teluk itu diduga telah terjadi pencemaran akibat buangan limbah tailing. Di samping itu, studi ERA sangat diperlukan bagi proses pembuatan izin usaha atau pembuangan limbah tailing ke laut.

Seperti diketahui, PT NMR dan Richard B Neis, Presiden Direktur PT NMR, didakwa melanggar Undang Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam kasus dugaan pencemaran di Teluk Buyat. Seperti dilaporkan Antara sidang tersebut dipimpin Ketua Majelis Hakim Ridwan Damanik SH.

Sudah Penuhi

Menanggapi hal itu, PT NMR dalam siaran persnya menyatakan pihaknya telah memenuhi semua ketentuan yang disyaratkan pemerintah. Walaupun ERA tidak memiliki landasan hukum karena tidak ada undang-undang atau peraturan pemerintah yang mengaturnya, namun PT NMR telah menyerahkan dan melengkapi ERA. "ERA itu tidak pernah ditolak pemerintah," ujar Penasihat Hukum PT NMR Luhut M Pangaribuan.

Menurutnya, PT NMR selalu melaporkan hasil audit lingkungan perusahaannya kepada pemerintah setiap tiga bulan dan tidak pernah ada keberatan dari pemerintah dalam setiap laporan yang diberikan.

Ditambahkannya, selama beroperasi menambang emas, PT NMR mengandalkan Amdal yang telah disetujui pemerintah.

sumber: