Newmont Tak Berniat Kurangi Investasi Di Indonesia

JAKARTA (Suara Karya): PT Newmont Pacific Nusantara tidak berniat mengurangi investasinya di Indonesia, terkait dengan kasus dugaan pencemaran di Teluk Buyat yang dioperasikan oleh PT Newmont Minahasa Raya (NMR). Kasus itu pun tidak mempengaruhi operasi penambangan Newmont di daerah lainnya.

Presiden Direktur PT Newmont Minahasa Raya (NMR), Richard B Ness, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (26/8), mengatakan, investasi di sektor pertambangan itu adalah investasi jangka panjang, dan kejadian ini hanya sebuah poin saja dalam rentang tersebut. Sampai sekarang saya tidak melihat dampak signifikan, dan kami tetap akan melanjutkan operasi kami di Indonesia.

Namun, Richard mengaku kasus Buyat menimbulkan dampak psikologis terhadap masyarakat di daerah operasi Newmont lainnya. Ia mencontohkan, di daerah operasi PT Newmont Horas Nauli (NHN), di wilayah kontrak karya Martabe, Sumatera Utara, kini timbul kecemasan terjadinya pencemaran sianida. Padahal, tambang yang masih dalam tahapan eksplorasi itu samasekali tak menggunakan bahan tersebut dalam operasinya.

"Sama seperti operasi di daerah lainnya kami tidak menggunakan merkuri di Buyat, tapi kemudian ketakutan soal merkuri itu muncul," tuturnya.

Disinggung mengenai kemungkinan terjadinya kembali kasus serupa pada operasi Newmont di Indonesia, Richard menegaskan, perusahaannya tidak terpengaruh hal itu. Menurut dia, dalam melakukan investasi pihaknya berpegang pada aturan-aturan yang ada. Lanjut atau tidaknya investasi Newmont di Indonesia tergantung dari hasil studi kelayakan yang dilakukan perusahaan.

Menurut catatan, selain NMR dan NHN, operasi Newmont lainnya adalah proyek Batu Hijau oleh PT Newmont Nusa Tenggara (NNT), di Sumbawa NTB. Sedang nilai investasi yang telah ditanamkan perusahaan, antara lain 250 juta dolar AS untuk NMR dan 2 miliar dolar AS untuk NNT. Pihaknya juga terus melakukan eksplorasi baru di Sumbawa dan Sumut, bahkan pihaknya juga tengah mengajukan kontrak karya di Sulsel.

Richard berharap, pemerintah tetap memberikan perhatian yang serius untuk perkembangan pertambangan di Indonesia. Pasalnya, dalam beberapa tahun belakangan terakhir ini pertumbuhan pertambangan di Indonesia hampir dapat dikatakan tidak ada investasi baru sama sekali.

"Kami tetap meneruskan komitmen untuk meneruskan operasi di Indonesia meskipun saat ini pertumbuhan investasi tambang di Indonesia zero growth, sehingga selain dukungan pemerintah, dukungan masyarakat sangat dibutuhkan," ujarnya.

Namun terlepas dari itu, dia belum melihat dampak negatif akibat membesarnya kasus Buyat di komunitas pertambangan internasional terkait minat investasi di Indonesia. Sikap pemerintah melalui Departemen Lingkungan Hidup, Depkes dan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, dalam hal ini cukup mendukung terciptanya situasi tersebut.

"Sikap pemerintah cukup solid, Departemen LH bilang tak ada pencemaran, Depkes menegaskan tak ada penyakit minamata, lalu departemen pertambangan pun begitu. Kesimpangsiuran ini nantinya juga bakal dijawab melalui hasil penelitian komunitas sains. Saya belum melihat ada impaknya saat ini."

Di kesempatan yang sama, menanggapi hasil penelitian Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri yang menyatakan terjadi pencemaran di perairan Buyat, kuasa hukum NPN, Palmer Situmorang, mempertanyakan akurasi data itu. Pasalnya, dibandingkan dengan data hasil penelitian NMR dan beberapa lembaga penelitian lainnya, ada perbedaan yang menyolok.

"Kami mempertanyakan mengapa hasil ujinya beda dengan hasil uji laboratorium bersertifikasi dan memiliki reputasi nasional dan internasional yang ditunjuk melaksanakan pengujian dan penilaian," katanya.

Karena belum menerima hasil uji Polri secara langsung, hingga kini pihak NMR masih beranggapan perbedaan hasil uji sampel yang sama itu akibat metode pengujian yang berbeda. David Sompie, External Relation Manager NMR, mengatakan, metode yang digunakan Polri kemungkinan penghitungan kandungan logam secara total, sementara NMR dan beberapa lembaga penelitian lain menghitung kandungan logam terlarut, seperti yang seharusnya dilakukan dalam menetapkan kandungan logam berat di dalam air.

Berdasar hasil penelitian NMR dan lembaga lainnya yang tidak menunjukkan terjadinya penumpukan logam berat melebihi ambang batas yang ditetapkan, Palmer menyatakan, NMR tetap percaya bahwa perairan Teluk Buyat tidak tercemar. Atas perbedaan itu, Polri dan NMR bisa saja saling membandingkan hasil dan jika perlu mencari pihak lain yang bisa dipercaya untuk melakukan penelitian ulang bersama-sama.

"NMR siap menyongsong prosedur hukum, kita sangat firm soal ini, yang bikin kita mundur hanya pembuktian ilmiah yang transparan memang terjadi pencemaran," tegas Palmer.

Ia juga menyampaikan, NMR akan melanjutkan reklamasi, pengelolaan dan pemantauan lingkungan sampai meemnuhi semua kriteria suskses sesuai dengan rencana penutupan tambang yang telah disetujui oleh pemerintah.

sumber: