Newmont Pergi Dengan Tetap Berdayakan Rakyat
Suara Karya - PT NEWMONT Minhasa Raya (NMR) telah meninggalkan Minahasa. Namun, perusahaan itu tetap komit terhadap program pemberdayaan masyarakat lingkar tambang. Sebuah contoh program penutupan tambang yang elegan, penuh tanggung jawab, dan manusiawi. Penutupan tambang merupakan penutupan pertama di Indonesia, dan pertama yang dilakukan Newmont, sehingga pro dan kontra masalah lingkungan terus menjadi perdebatan.
Sektor pertambangan bukanlah invesatasi yang langsung menguntungkan, pasalnya karakteristik sektor ini padat modal dan teknologi membutuhkan waktu cukup lama, sekitar 5 hingga 10 tahun baru dapat beroperasi dan menghasilkan.
NMR adalah perusahaan patungan yang 80 persen dimiliki oleh Newmont Canada Limited dan 20 persen oleh PT Tanjung Sarapung. PT NMR adalah tambang emas berskala kecil yang memproduksi emas sebanyak 1,9 juta troy onch. PT NMR membutuhkan 10 tahun hingga saat beroperasi dilakukan pada 1996 dengan mempekerjakan sekitar 700 karyawan, dan 85 persen berasal dari masyarakat sekitar tambang.
Wilayah Kontrak Karya (KK) NMR sebagian besar terletak di Kecamatan Belang, Kabupaten Minahasa Selatan, di Sulawesi Utara. NMR telah melakukan program pembangunan masyarakat secara ekstensif sejak permulaan kegiatannya di tahun 1995 tidak hanya di desa-desa wilayah KK, tetapi juga meliputi desa-desa bertetangga dekat dengan Ratatototok dan Buyat di Kabupaten Bolaang Mongondow. Sejak 1997, NMR telah mengalokasikan dana operasional tahunan sebesar 330 ribu dolar AS untuk program pengembangan masyarakat dan hubungan masyarakat di desa-desa lingkar tambang.
Berdasarkan pemantauan langsung ke lapangan memang ketergantungan masyarakat terhadap perusahaan ini masih tinggi. Beberapa masyarakat berharap agar perusahaan tersebut tidak segera meninggalkan wilayahnya, kerana masih banyak yang dapat di kerjakan perusahaan terhadap mereka.
Sejak 31 Agustus 2004, tidak ada lagi NMR di Minahasa. Perusahaan itu telah tutup karena cadangan emas tak lagi efisien ditambang. Maka, sedikitnya 1.500 orang meninggalkan desa setelah tambang tutup. Jumlah penduduk yang tersisa berkisar 7.700 orang. Berdasarkan kalkulasi NMR, 67 persen dari penduduk yang tetap tinggal akan mengalami penurunan pendapatan. Penutupan tambang telah berakibat pada hilangnya sumber utama pendapatan 43 perusahaan setempat sebagai pemasok kebutuhan NMR.
Tambang emas benar-benar menjadi sandaran utama dana pembangunan daerah Minahasa Selatan. Setelah lebih dari tujuh tahun operasi (1996-2004) saat tambang tutup karena cadangan emas menipis, keuntungan langsung dan tidak langsung yang diberikan NMR bagi ekonomi Indonesia mencapai 544 juta dolar AS.
NMR terbilang sebagai perusahaan penyerap tenaga kerja terbesar di daerah itu. Di Ratatotok dan Buyat, diperkirakan seperempat dari seluruh penduduk yang ada adalah keluarga karyawan NMR dan para kontraktornya. Setidaknya seperempat hingga sepertiga rumah tangga lainnya di desa mendapatkan sebagian pendapatannya dari berbagai kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan tambang NMR. Perusahaan mengeluarkan rata-rata Rp 550 juta setiap bulan untuk melakukan pembelian barang dan jasa dari usaha setempat.
NMR telah menginvestasikan sebagian besar dari dana pengembangan masyarakat untuk proyek pengembangan infrastruktur. Proyek itu menghabiskan dana rata-rata 200 ribu dolar AS per tahun. Proyek itu antara lain pengembangan jalan-jalan baru, perawatan dan peningkatan jalan desa, konstruksi dan perawatan saluran dan jembatan, konstruksi dan peningkatan bangunan dan meningatkan pasokan air. Sebuah sistem air bersih untuk Desa Buyat senilai Rp 500 juta juga telah dibangun NMR pada 1999-2000.
Tak hanya itu. NMR juga telah memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional dalam bentuk pajak dan biaya lain-lain. Pada 1994-2001, manfaat langsung berupa pajak dan biaya perijinan yang disetor perusahaan mencapai 81 juta dolar AS. Sementara manfaat tidak langsung seperti gaji, pembelian barang, kontribusi sumbangan, dll, pada periode yang sama mencapai 179,6 juta dolar AS. Sementara pengeluaran untuk pembangunan pabrik dan infrastruktur 180,2 juta dolar AS dan eksplorasi 52,7 juta dolar AS.
Hasilnya, memang sudah nampak. Dengan banyaknya penduduk yang bekerja sebagai karyawan dan penyedia jasa, sumber pendapatan di desa-desa itu menjadi lebih baik dan beragam ketimbang keadaan semula, yang hanya terbatas pada kegiatan pertanian dan peternakan tradisional.
Laksanakan PPBT
Guna mengurangi dampak sosial ekonomi penutupan tambang, NMR telah merancang dan tengah melaksanakan Program Pembangunan Berkelanjutan Terpadu (PPBT). Program pembangunan berkelanjutan ini diharapkan dapat memberikan keuntungan jangka panjang pada masyarakat setempat secara mandiri tanpa ketergantungan terhadap bantuan dari luar.
NMR telah menyiapkan dana sekitar 1 juta dolar AS untuk PPBT. Sebagian besar kegiatan program selama tiga tahun sejak penutupan tambang itu dirancang untuk membangun fondasi ekonomi masyarakat dan lembaga local. Perusahaan juga telah mengalokasikan 1,5 juta dolar AS untuk Yayasan Minahasa Raya sebagai dana abadi. Dukungan yayasan pada program pembangunan masyarakat akan terus berlanjut setelah dana PPBT sebesar 1 juta dolar AS itu habis.
Sejalan dengan itu, program pemantauan sosial ekonomi pascapenutupan akan dilakukan perusahaan antara 2004, 2005 dan 2006. Sejumlah 75 ribu dolar AS telah dianggarkan untuk program pemantauan tersebut. Hasil survei itu akan menyediakan informasi penting tentang kondisi ekonomi dan pembangunan masyarakat setelah NMR meninggalkan daerah tersebut.
Dalam program penutupan tambang, NMR telah mengalokasikan biaya 5,6 juta dolar AS. Jumlah ini terbagi dalam beberapa komponen. 1,4 juta dolar AS untuk teknik pengelolaan air dan kontruksi, 1,8 juta dolar untuk reklamasi, 500.000 dolar AS untuk penonaktifan infrastruktur dan pabrik pengolahan 1 juta dolar untuk program pembangunan berkelanjutan, dan 900 ribu dolar untuk pemantauan pascapenutupan tambang.
Wajah Kabupaten Minahasa Selatan berbeda dari 10 atau 15 tahun silam. Khususnya di sekitar Buyat Pante dan Ratatotok. Bopeng akibat tak sempurnanya pembangunan, belakangan mulai ditambal. Kesra mulai meningkat perlahan. Pemda setempat agaknya mulai menimbun dana pembangunan yang makin menggunung. Dari manakah dana sebanyak itu? Ternyata, sebagian besar diperoleh dari sektor pertambangan umum.
Kini dapat di pastikan isu lingkungan yang masih hangat pascaberakhirnya tambang di Minahasa, akan kembali berlanjut dengan peninggalan infrastuktur yang ditinggalkan NMR di wilayah itu. Tentu ini akan menjadi rebutan pemda sekitar. Menurut informasi, kabarnya pemda telah menerima proposal agar di wilayah itu di jadikan kawasan judi, bahkan ada pula yang berminat menjadikan kawasan wisata. Kasus NMR setidaknya dapat menjadi pelajaran, sebenarnya perusahaan tambang banyak memberikan manfaat bagi pengembangan daerah.