Newmont Optimis Tuduhan Pencemaran Diselesaikan Di Luar Arbitrase

Suara Karya, 1 Februari 2005


JAKARTA (Suara Karya): PT Newmont Minahasa Raya (NMR) tetap berkeyakinan akan menyelesaikan tuduhan kasus pencemaran lingkungan dengan konsiliasi tanpa harus menempuh jalur arbitrase internasional.

Kuasa Hukum NMR, Luhut Pangaribuan, Senin (31/1), mengatakan, PT MNR sangat menghormati hak pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), yang hendak menempuh jalur hukum dalam penyelesaian kasus pencemaran di Teluk Buyat Minahasa Selatan Sulawesi Utara (Sulut).

Namun demikian, lanjutnuya, NMR sebagai pihak yang dijadikan tersangka dalam kasus tersebut beranggapan, hanya lembaga arbitarse internasional yang berhak menyelesaikan kasus semacam itu.

"Kontrak Karya (KK) antara NMR dan pemerintah Indonesia menetapkan, seluruh perselisihan yang terjadi antara kedua belah pihak akan diselesaikan dengan konsiliasi atau arbitrase sesuai dengan peraturan arbitrase internasional yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)," jelas

Luhut menambahkan, penyelesaian semacam itu juga disebutkan dalam UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan, tuduhan-tuduhan tindak pidana lingkungan hidup harus diselesaikan terlebih dahulu melalui konsiliasi dan mediasi. "Jika jalur ini gagal, barulah jalur perdata dan pidana dapat ditempuh," kata Luhut.

Menurut dia, selama ini pemerintah dalam menangani kasus itu terkesan tidak menghormati prinsip hukum asas praduga tak bersalah. Hal ini terungkap oleh pernyataan pejabat senior pemerintah yang menyatakan pengadilan akan memutuskan NMR bersalah dan memerintahkan NMR untuk mengganti rugi negara di berbagai media massa.

"Pernyataan ini sungguh mengecewakan NMR, karena hal ini belum tentu kebenarannya," kata Luhut.

Dikatakannya, sejak pertama kali muncul, kasus itu selalu diwarnai berbagai tuduhan yang terus berubah dan bersifat pseudo sains. "Karenanya, NMR minta ada evaluasi fakta secara adil tanpa adanya tekanan dari kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan khusus," ujar Luhut.

Luhut mengatakan, NMR hingga saat ini tetap pada kesimpulannya, Teluk Buyat tidak tercemar dan mutu ikan yang berasal dari teluk tersebut tidak berbeda dengan ikan di tempat-tempat lain di dunia.

"Ini seperti ditunjukkan oleh hasil analisis laboratorium terakreditasi, kandungan logam dalam sedimen telah sesuai dengan AMDAL dan telah disetujui pemerintah," papar Luhut.

Ditambahkannya, pemantauan selama bertahun-tahun pun menunjukkan, kandungan logam tersebut berada dalam kondisi stabil dan tidak mencemari perairan atau biota.

Ganggu Iklim Investasi

 

Menurut Luhut, NMR khawatir jika pemerintah salah dalam mengambil keputusan dalam penyelesaian kasus itu, yakni pengadilan benar-benar memvonis NMR sebagai pelaku pencemaran dan diharuskan mengganti sejumlah kerugian yang diakibatkannya, berakibat pada cacatnya penegakan pengadilan yang berlaku di Indonesia. "Dan pada gilirannya hanya akan menggangu dan merusak iklim investasi dan merugikan masyarakat serta pemerintah Indonesia," papar Luhut.

Kekhawatiran tersebut juga pernah dilontarkan oleh Asosiasi Pertambangan Indonesia (IMA) yang menilai cara penanganan yang salah tentunya akan berakibat buruk bagi investasi, terlebih bila dimanfaatkan pihak tertentu yang mempunyai agenda anti pertambangan.

Namun demikian, Presir PT NMR, Richard B Ness menegaskan, pihak Newmont tidak berniat untuk mengurangi investasinya di Indonesia, terkait dengan kasus dugaan pencemaran di Teluk Buyat yang dioperasikan oleh PT Newmont Minahasa Raya (NMR). Kasus itu pun tidak mempengaruhi operasi penambangan Newmont di daerah lainnya.

Yang pasti, ia mengaku, kasus Buyat menimbulkan dampak psikologis terhadap masyarakat di daerah operasi Newmont lainnya. Ia mencontohkan, di daerah operasi PT Newmont Horas Nauli (NHN), di wilayah kontrak karya Martabe, Sumatera Utara, kini timbul kecemasan akan terjadinya pencemaran sianida. Padahal, tambang yang masih dalam tahapan eksplorasi tersebut ditegaskannya sama sekali tidak menggunakan bahan tersebut dalam operasinya.

Richard berharap, pemerintah tetap memberikan perhatian yang serius untuk perkembangan pertambangan di Indonesia. Pasalnya, dalam beberapa tahun belakangan terakhir ini pertumbuhan pertambangan di Indonesia hampir dapat dikatakan tidak ada investasi baru sama sekali.

"Kami tetap meneruskan komitmen untuk meneruskan operasi di Indonesia meskipun saat ini pertumbuhan investasi tambang di Indonesia saat ini zero growth, sehingga selain dukungan pemerintah dukungan masyarakat sangat dibutuhkan," ujar Richard.


sumber: