Newmont Kembali Menyatakan Teluk Buyat Tidak Tercemar

JAKARTA--MIOL: PT Newmont Minahasa Raya (NMR) di Jakarta, Selasa, kembali menyatakan pencemaraan yang diduga terjadi akibat pembuangan limbah dengan sistem Submarine Tailing Diposal (STD) tidak menyebabkan pencemaran di Teluk Buyat.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh tiga pihak, yaitu WHO/ Minamata Institute, Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO) dari Australia dan laporan Tim Terpadu Pemerintah Indonesia, ketiganya menyatakan bahwa tidak terjadi pencemaran di Teluk Buyat akibat pembuangan limbah tailing tersebut.

Keith Bentley, mantan penasihat WHO Indonesia menyatakan bahwa dari penelitian yang dilakukan CSIRO dan Tim Terpadu, kadar merkuri di Teluk Buyat tidak mengancam kehidupan manusia di sekitarnya karena tidak berbeda dengan kadar merkuri di perairan lain di seluruh dunia.

Bahkan, menurut Bentley, sampel yang diambil tersebut menunjukkan nilai kandungan merkuri yang lebih rendah dari standar yang berlaku di Indonesia, maupun standar yang digunakan USEPA dan WHO.

Nilai rata-rata kandungan merkuri dari sampel yang diambil juga konsisten dengan pemantauan jangka panjang NMR.

Kesimpulan yang dapat diambil, menurut Bentley seperti dilansir Antara adalah tidak adanya perbedaan antara konsentrasi merkuri dalam ikan yang ditangkap dari teluk Buyat dan teluk Totok, dengan kandungan merkuri dalam ikan yang ditangkap di perairan lain di seluruh dunia, misalnya di Amerika Serikat maupun di Australia.

Laporan Tim Terpadu juga menyatakan bahwa untuk kecamatan Ratatotok, kandungan merkuri dalam ikan yang didapat dari hasil penelitian selalu berada di bawah standar yang dikeluarkan Badan Pengendalian Obat dan Makanan (POM) yang sebesar 0,5 miligram perkilo.

Kandungan merkuri dalam ikan yang diambil dari Teluk Buyat adalah 0,19 ppm dan berada dibawah nilai pedoman paling ketat yang berlaku untuk Australia dan WHO yaitu 0,5 ppm.

"Dengan begitu, maka kandungan merkuri dalam ikan di Teluk Buyat dan Totok tidak mempunyai perbedaan dengan Jakarta atau di pasar lain diseluruh Indonesia," kata Bentley.

Dalam jumpa pers yang diadakan di Hotel Marriott tersebut, juga dihadirkan John Pariwono, dari Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB, yang menjelaskan tentang termoklin sebagai penahan lapisan bawah laut, dan bahwa lapisan ini dapat menahan konsentrasi limbah sehingga tidak larut dengan lapisan perairan atas.

Menurut John, laut dibagi atas tiga lapisan, yaitu lapisan teraduk di bagian atas, lapisan termoklin, dimana suhu berubah drastis pada arah vertikal, dan lapisan terbawah adalah lapisan dalam, dimana suhu relatif konstan.

Fungsi dari lapisan termoklin yang bersifat lebih stabil dari kedua lapisan lainnya, maka materi yang berada dibawah lapisan termoklin ini akan sulit terangkat kembali ke permukaan.

Pembuangan limbah yang dilakukan dilapisan dalam, secara teori akan tetap berada dilapisan dalam, karena ditahan oleh termoklin. Tetapi, ia tidak menyangkal terjadinya kontaminasi lapisan lainnya karena sebab alam, misalnya adanya arus bawah laut.

"Kontaminasi mungkin saja terjadi, tetapi sangat kecil kemungkinannya," kata John.

NMR sendiri membuang limbah tailingnya di Teluk Buyat pada kedalaman 82 meter. Hal tersebut tidak dinyatakan berbahaya menurut Yorina Waworuntu dari NMR, yang menyatakan bahwa dari pemantauan jangka panjang yang dilakukan NMR, tidak pernah ditemukan nilai padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid/TSS) yang tinggi. (O-1)

sumber: