Nelayan Tolak Santunan AI

 

Kotabaru, Banjarmasinpos, 5 Maret 2004
Puluhan nelayan bagang (jaring statis) asal Desa Sarang Tiung dan Desa Gedambaan, Kecamatan Pulau Laut Utara, Rabu (3/3) kembali ‘menyerbu‘ Pelabuhan Batubara PT Arutmin Indonesia (PT AI), North Pulau Laut Coal Terminal (NPLCT) di kawasan Tanjung Pemancingan, Kotabaru.

Mereka yang menuntut ganti rugi atas merosotnya usaha menangkap ikan, sejak beroperasinya terminal batubara itu tahun 1990-an, menolak pemberian uang Rp100 juta yang akan diserahkan melalui Lembaga Pengembangan Usaha Mandiri (LPUM).

Para nelayan menganggap nilai ganti rugi itu terlalu kecil, dan mereka menuntut pemberian ganti rugi dibagikan langsung kepada 576 keluarga nelayan pemilik bagang, bukan disalurkan ke LPUM yang nantinya dikelola berdasarkan usaha simpan-pinjam.

Kedatangan puluhan nelayan perwakilan dari dua desa di kawasan tetangga NPLCT tersebut, sekaligus juga untuk mengetahui hasil kesepakatan yang telah dicapai pada pertemuan Senin (1/3) di Kantor Bupati Kotabaru.

Para nelayan yang penghasilannya merosot dari rata-rata Rp50 ribu menjadi sekitar Rp10 ribu per hari, menuntut ganti rugi Rp45 juta, per keluarga nelayan (per satu bagang), dengan dalih penurunan pendapatan tersebut akibat keberadaan NPLCT. Artinya, secara keseluruhan dana yang dituntut, lebih dari Rp31 miliar.

Pihak perusahaan bersama Camat Pulau Laut Utara, Muhammad Husni Tamberin, SSos menjelaskan, persoalan tuntutan ganti rugi kini telah ditangani oleh Bupati Drs H Sjachrani Mataja, yang akan bertemu langsung dengan pimpinan Arutmin di Jakarta.

Para nelayan baru membubarkan diri, setelah mendapatkan penjelasan dan pemaparan tentang kiprah PT AI yang setiap tahun menyisihkan keuntungannya, untuk program pembangunan kemasyarakatan.

Sementara itu Asmar Yudha, Port Manager NPLCT, didampingi Zainuddin JR Lubis, Publik Relation PT Arutmin Pusat, Jakarta, berharap para nelayan dapat memahami langkah-langkah yang ditempuh Pemkab Kotabaru yang akan melakukan pertemuan dengan manajemen perusahaannya di Jakarta.

"Kami berada di posisi yang sulit, nelayan menuntut ganti rugi, tetapi berdasarkan hasil penelitian Fakultas Perikanan Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin, tidak ditemukan adanya pencemaran," ucapnya.

Namun demikian pihaknya tetap melakukan pemantauan secara berkala, baik itu yang dilakukan setip tiga bulan, enam bulan dan 12 bulan, untuk membuktikan bahwa tidak terjadi pencemaran yang bisa mengganggu biota laut.

Sedangkan tuntutan menghentikan pengoperasian terminal batubara itu selama enam bulan, dinilai tidak mungkin disetujui, karena banyak jiwa yang menggantungkan hidupanya dari Arutmin.

Untuk tenaga bongkar muat (TKBM) saja berjumlah sekitar 1.500 orang dan mereka telah mengirim surat agar perusahaan tetap beroperasi, ucapnya. Sementara Lubis mengingatkan, bahwa perusahaannya juga tidak mungkin mengeluarkan dana untuk dibagi-bagikan kepada nelayan, karena tidak ada prosedur yang menjadi dasarnya.

sumber: