Menjembatani Pemahaman Praktek Pertambangan: Potensi Kegeologian Indonesia Besar Tapi Terbatas (6)
Dari tulisan terdahulu, nampak bahwa potensi kegeologian Indonesia memang cukup besar. Masalahnya adalah yang disebut besar itu juga bersifat relatif, potensinya besar tapi bisa habis, apalagi bila penggunaaannya tidak hati-hati alias mengabaikan faktor konservasi tambang. Mineral dan batubara adalah sumberdaya alam yang tidak terbarukan (non-renewable resources) yang perlu dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat sesuai amanat pasal 33 UUD 1945.
Peringkat Sumberdaya dan Produksi Mineral dan Batubara Indonesia
Selama ini kita selalu berasumsi bahwa Indonesia adalah negara yang kaya raya yang kekayaannya tiada habisnya, yang tanahnya subur. Selama ini pula seolah kita dininabobokan oleh asumsi ini yang sudah diajarkan sejak masuk Sekolah Dasar. Hal ini adalah tidak tepat. Berdasarkan fakta atau data dari BP Statistics tahun 2006 ternyata, diperoleh kenyataan antara lain:
- cadangan batubara Indonesia ternyata hanya 0,5% dari cadangan dunia, Â dan merupakan peringkat ke-15; sedangkan dari sisi produksi total adalah 3,1% dari produksi batubara dunia, dan merupakan peringkat ke 8; namun dari sisi ekspor Indonesia adalah keringkat ke-2 dunia, setelah Australia;
- cadangan timah Indonesia hanya 8,1% dari cadangan timah dunia, dan merupakan peringkat ke - 5; sedangkan dari sisi produksi adalah 26% dari produksi dunia, dan merupakan peringkat ke -3;
- cadangan nikel Indonesia sekitar 2,9% dari cadangan nikel dunia, dan merupakan peringkat ke-8; sedangkan dari sisi produksi adalah 8,6% dan merupakan peringkat ke-4 dunia;
- cadangan tembaga Indonesia sekitar 4,1% dari cadangan tembaga dunia, dan merupakan peringkat ke-7; sedangkan dari sisi produksi adalah 10,4% dari produksi dunia dan merupakan peringkat ke-2;
- cadangan emas Indonesia sekitar 2,3% dari cadangan emas dunia,dan merupakan peringkat ke-7; sedangkan produksi emas Indonesia sekitar 6,7% dari cadangan dunia dan merupakan peringkat ke-6.
Masih banyak lagi fakta yang bisa diungkap, namun umumnya menyebutkan bahwa dibandingkan dengan cadangan dunia, cadangan atau kekayaan alam Indonesia prosentasenya relatif kecil. Di sisi lain ada beberapa komoditi yang peringkat produksinya tinggi walaupun cadangannya kecil, ini menunjukkanbahwa tingkat pengurasan sumberdaya alam di Indonesia relatif cepat akibat tingginya permintaan. Maka hal yang harus diwaspadai adalah bahwa hilangnya kekayaan alam tersebut tidak tertransformasikan menjadi bentuk lainnya dan ini tentunya bertolak belakang dengan prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Tantangan ke-depan adalah bagaimana agar kekayaan alam yang luar biasa tersebut dapat ditransformasikan secara berkelanjutan dalam bentuk lainnya, seperti peningkatan sumber daya manusia,transformasi ke dalam kegiatan lain seperti kehutanan, pertanian, perindusrian, pariwisata, dll.
Nilai Tambah Masih Rendah
Sejarah pertambangan batubara cukup lama. Pada 1858, seorang ahli Belanda bernama De Groet menemukan bahwa di sekitar sungai Ombilin memiliki kandungan kandungan batu bara. Sinyalemen De Groet itu kemudian ditindaklanjuti oleh Ir Willem Hendrik De Greve pada 1867. Penyelidikan yang lebih saksama oleh Ir Verbeck menghasilkan temuan kandungan batu bara dengan kisaran mencapai puluhan juta, sehinga dimulailah penambangan di wilayah tersebut. Produksi pertamba batubara dari Ombilin dimulai tahun 1892. Sejarah prouksi emas dimulai dari wilayah Cikotok sejak tahun 1936, maka dalam pejaran Sekolah Dasar sampai kinipun CIkotok tercatat sebagai wilayah emas, padahal produksinya saat ini sudah hampir habis. Sejarah timah Indonesia telah di mulai sejak kurang lebih 200 tahun yang lalu. Pendek kata sejarah pertambangan Indonesia sudah di mulai sejak lama, ratusan tahun yang lalu.Â
Permasalahannya adalah, dari waktu yang telahberjalan sekianlama ini, ternyata kebanyakan sumberdaya yang tidak terbarukan tersebut dikirim untuk ekspor. Sebut saja batubara, pasangekspornya sekitar 80%, nikel 100%, timah 100%, dll. Ironisnya semua selalu saja diekspor dalambentuk bahanmentah (raw material). Setelah sampai negara tujuan bahanmentah tersebut diolah menjadi barang jadi dan di impor kembali oleh Indonesia dengan harga berlipat ganda. Ini adalah kelemahan industri nilai tambah Indonesia. Memang ada beberapa produk tambang yang dihasilkan menjadi produk setengah jadi, tapi untuk menjadi barang jadinya tetao butuh diekspor dulu. Arinya selama ini Indonesia memang menjadi sumber bahan mentah, tapi bukan pusat pemrosesan dan pengolahan. Sejak beberapa tahun lalu, kesadaran tentang hal ini semakin mengemuka dan menjadi wacana nasional yang perlu direalisasikan, diantaranya hal ini juga telah menjadissalah satu hal yang disinggung dalam pasal-pasal tentang RUU Mineral dan Batubara yang sat ini masih pada pembahasan akhir di DPR-RI.
Kebijakan Konservasi
Fakta adanya keterbatasan sumberdaya alam ini perlu menjadi salah satu kebijakan dasar Pemerintah, yaitu dalam suatu bentuk kebijakan konservasi. Mengapa kebijakan ini sangat penting? Sebagaimana kita tahu bahwa dalamera otonomi daerah ini , begitu banyak daerah yang mengelaurkanberbagai jenis KP untuk pertambangan,namun semuanya akan diekspor dalam bentuk bahanmentah. Maka ke-depan izin-izin KP ini juga perlu diawasi secara baik, dari sisi lingkungan dan konservasinya (Oleh: Edpraso)
sumber: