Mengubah Izin Investasi yang Boros Waktu

  

  Mengubah Izin Investasi yang Boros Waktu

   MediaIndonesia-Online Senin, 29 Agustus 2005

ZAMAN memang telah berubah, tapi masih banyak kebijakan belum beranjak. Bahkan, dalam beberapa hal, soal izin berinvestasi, misalnya, kian panjang dan berbelit. Birokrat kita seperti masih memegang teguh semboyan lama, "Kalau bisa diperlambat, kenapa mesti dipercepat?"

Tabiat lama seperti itu jelas belenggu untuk maju. Padahal, negeri-negeri lain tengah berlomba untuk memperpendek rantai perizinan dan mempertinggi keamanan serta kenyamanan. Bahkan, Vietnam, negeri yang baru berbenah setelah porak-poranda karena perang, kini mampu menggoda para investor asing mengalahkan Indonesia. Terbukti, beberapa investor merelokasi perusahaannya dari Indonesia ke Vietnam. Ini jelas sebuah tamparan yang amat serius bagi kita.

Karena itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta para bupati/wali kota agar memperpendek perizinan bagi para investor. Dalam sebuah acara di Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (27/08), Presiden berjanji memberi penghargaan bagi bupati/wali kota yang bisa mengeluarkan izin berusaha dalam waktu 15 hari.

Presiden tidak menyebutkan jenis penghargaan yang bakal ia berikan. Namun, tanpa iming-iming penghargaan pun, pemendekan izin berusaha mestinya harus dilakukan. Bukankah dengan investasi baru, daerahlah yang pertama-tama akan menikmati manfaat ekonominya?

Ketahuilah, menurut penelitian Bank Dunia, untuk mengurus izin berusaha di Indonesia umumnya perlu waktu 100 hari. Bandingkan dengan Singapura yang hanya perlu 21 hari.

Dengan perbandingan waktu yang amat mencolok itu, jelas membuat para investor kabur, memilih negeri yang serbacepat memberikan pelayanan.

Pemerintah selalu nyaring mengundang para pemilik modal untuk investasi di Indonesia. Namun, dengan birokrasi kita yang lamban dan pada umumnya korup itu, bagaimana investor merasa nyaman?

Memang pemerintah akan mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Investasi dan RUU Perpajakan. Pemerintah menawarkan untuk mengubah rezim persetujuan menjadi rezim registrasi. Dengan perubahan ini waktu mengurus izin berinvestasi diperpendek menjadi 30 hari.

Tawaran itu memang amat drastis. Namun, dibandingkan Singapura, kita tetap kalah cepat. Karena itu, tantangan Presiden 15 hari, mestinya bisa dilakukan.

Selain rencana mengajukan RUU Investasi, pemerintah harus terlebih dahulu melakukan reformasi birokrasi. Birokrasi harus dikembalikan fungsinya sebagai pelayan publik. Mentalitas feodal yang lamban dan miskin inovasi harus diubah total. Tanpa itu, keinginan untuk bangkit menyambut masa depan yang lebih cerah hanya akan menjadi utopia.

sumber: