Menebak arah merger Bumi & Energi

Menebak arah merger Bumi & Energi

Bisnis, 7 Februari 2006

 

Rencana restrukturisasi industri pertambangan Keluarga Bakrie merebak minggu lalu. PT Bumi Resources Tbk akan melakukan merger dengan PT Energi Mega Persada Tbk. (Bisnis, 2 Feb.) Pasar meyakini Energi merupakan payung Keluarga Bakrie, walaupun Keluarga tersebut tidak mengumumkannya secara hukum.

Sayangnya kabar tersebut terlanjur beredar di pasar sebelum ada deal resmi dan laporan ke otoritas pasar modal sehingga membuat perdagangan sahamnya perlu diberhentikan sementara (suspend).

Langkah otoritas bursa itu dinilai wajar karena hampir semua studi keuangan mengatakan harga saham perusahaan, yang berencana merger, akan naik sebelum pengumuman resmi. Melihat gelagat ini, pelaku pasar sedapat mungkin melakukan eksekusi beli, sebelum hari H. Tujuannya bisa ditebak, apalagi kalau bukan ambil untung?

Menurut Magenheim dan Mueller (1989) hal itu bukan berarti tindakan insider trading karena memang tugas pialang dan analis mengamati pergerakan harga pada kisaran waktu tertentu-biasanya tiga bulan-dan melakukan penyelidikan atas penyebab kenaikan atau penurunan harga selama kurun waktu tersebut.

Sementara itu, tugas pemodal adalah membeli terlebih dahulu pada harga masih rendah atas pengamatan sendiri maupun bimbingan analis atau pialang.

Sesuai keputusan Menkeu 740/KMK-01/1989, restrukturisasi merupakan tindakan terencana untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan melalui perubahan status hukum, organisasi, dan kepemilikan saham.

Motif merger

Dalam praktik keuangan korporasi sebagai termaktub dalam PP No. 27 tahun 1998, restrukturisasi perusahaan dapat dilakukan melalui merger, konsolidasi (peleburan) dan akuisisi (pengambilalihan). Namun retsrukturisasi yang kerap dikenal adalah merger dan akusisi (M&A), baik secara horisontal, vertikal maupun konglomerasi.

Merger horisontal adalah peleburan dua perusahaan yang menghasilkan output yang sama dalam satu industri. Merger vertikal adalah penggabungan dua perusahaan, yang mana masing-masing perusahaan memiliki tingkatan proses produksi yang berbeda untuk menghasilkan satu output yang relatif sama. Merger konglomerasi adalah penggabungan dua perusahaan yang memiliki kegiatan berbeda dalam industri yang berbeda.

Sedangkan akuisisi adalah pengambilalihan pengendalian satu atau beberapa perusahaan sasaran atau dapat juga pengambilalihan seluruh aktiva perusahaan sasaran atau dapat pula kombinasi keduanya.

Pada dasarnya motif M&A adalah untuk meningkatkan nilai kepada pemegang saham akan tetapi dapat saja motif tersebut menghasilkan penilaian positif maupun negatif.

Penilaian motif positif terdiri dari tiga hal, pertama, motif skala ekonomis. Dengan bergabungnya dua atau lebih perusahaan maka korporasi baru akan dapat mengurangi duplikasi biaya operasi dalam departemen yang sama.

Kedua, motif pangsa pasar. Dengan bergabung maka korporasi akan lebih kuat dan bersar untuk dapat mengabsorbsi pesaing maupun meningkatkan kekuatan di pasar dan kemudian menentukan harga.

Ketiga, motif sinergi korporasi dengan melakukan sinergi penggunaan sumber material yang bersifat komplementer masing-masing perusahaan.

Sedangkan motif negatif terdiri dari dua hal. Pertama, motif diversifikasi yang salah yaitu pemegang saham pengendali memiliki niat buruk memperluas usaha yang berkaitan dengan kepentingan pribadi.

Kedua, motif monopoli yaitu perusahaan yang semakin besar dapat saja melakukan monopoli untuk me-nentukan posisi, mulai dari pasokan bahan baku, pengolahan hingga distribusi, dan penentuan harga jual barang.

Kesuksesan M&A diukur dari meningkatnya keuntungan perusahaan dan kenaikan harga saham, yang keduanya diharap berdampak pada capital gain selain dividen.

Dalam dunia internasional tampaknya M&A sudah menjadi keniscayaan, demikian pula dengan yang terjadi di Bursa Efek Jakarta (BEJ).

Leverage by out (LBO)

Secara harafiah, merger adalah kombinasi dua perusahaan atau lebih untuk menjadi satu perusahaan yang lebih besar. Setiap pemegang saham dengan sukarela melakukan stock swap atau membayar dana likuid untuk merealisasikan penggabungan.

Merger acapkali berdasarkan all stock deal, dalam arti pemilik masing-masing perusahaan akan memperoleh porsi penguasaan saham yang sama satu sama lain dalam perusahaan hasil merger.

Akuisisi terjadi pada saat perusahaan yang satu membeli perusahaan yang lebih kecil. Acapkali yang diributkan adalah asal dana akusisi. Pada dasarnya akusisi ini dapat dilakukan dengan sumber dana tunai maupun utang, atau kombinasi keduanya.

Ada dugaan bahwa langkah merger antara Bumi dan Energi ini akan menjadikan Bakrie sebagai pemimpin industri pertambangan lokal terdepan dan mampu bersaing dengan industri pertambangan asing. Bumi selanjutnya dapat menjadi holding dari perusahaan pertambangan di Keluarga Bakrie.

Barangkali kisah sukses Keluarga Bakrie masuk ke Bumi dan kemudian Bumi mengubah bisnis inti dari properti menjadi perusahaan pertambangan masih lekat dalam ingatan pemodal.

Selanjutnya, Bumi menguasai PT Arutmin Indonesia dan Kaltim Prima Coal (KPC) yang sempat menjadi perdebatan alot selama beberapa tahun untuk realisasinya. Sebelumnya jauh dari dugaan bahwa Bumi membeli KPC; mengingat Bumi, yang dikategorikan perusahaan relatif belum besar, mengakuisisi KPC.

Kendati Energi sudah berjanji untuk tidak melakukan aksi korporasi selama setahun ini akan tetapi pemodalpun menduga-duga bahwa pasti ada rencana-rencana tertentu dari Keluarga Bakrie berkaitan de-ngan langkah merger antara Bumi dan Energi itu.

Memang masih rumor. Ada sebagian pemodal di pasar yang mempercayai bahwa Bumi akan dipersiapkan sebagai perusahaan swasta nasional untuk membeli Freeport yang kini menjadi kontroversial.

Tentu saja, realisasi dari rencana tersebut akan memakan waktu lebih dari satu atau dua tahun, sama ketika Bumi mengakuisisi KPC.

Terhadap rumor itu, tidak sedikit pemodal yang pesimistis sebab kontrak antara pemerintah dan Freeport Indonesia sudah jelas secara hukum dan Freeport terlalu besar untuk diakuisisi sehingga sulit bagi perusahaan swasta lokal untuk melakukan pengambilalihan di tengah jalan, terkecuali jika nanti ada tekanan dan perubahan politik dan sosial.

Pendanaan

Masih ada pertanyaan lagi dari kalangan pemodal adalah masalah pendanaan dari Keluarga Bakrie jika kelak rencana itu akan dieksekusi. Banyak pihak yang memproyeksikan bahwa teknik leverage by out (LBO) akan ditempuh, artinya M&A dilakukan tidak menggunakan modal sendiri akan tetapi melalui utang secara langsung maupun penerbitan utang baru.

Dua perusahaan bank investasi yang berkantor pusar di Zurich, Swiss dan New York, Amerika Serikat (AS) dikabarkan sudah siap-siap mendukung langkah Keluarga Bakrie.

LBO pada umumnya dilakukan terhadap perusahaan yang lebih efisien dengan berani mencari pinjaman dana untuk membeli perusahaan lainnya dengan harapan untuk menjadi lebih efisien dan mendapatkan return yang lebih besar.

Di berbagai negara, terutama Amerika Serikat, tidak sedikit pemilik perusahaan tidak berkeinginan menggunakan modal sendiri untuk melakukan eksekusi pembelian perusahaan.

Menurut Desbrieres (1995), LBO menjadi kecenderungan di AS pada 1970-an dan di Eropa pada 1980. Hal ini terjadi kerena pemilik perusahaan lebih memilih menerbitkan junk bond atau surat utang berbunga tinggi untuk menjadi sumber dana merger dan akusisi.

Hal itu dapat terjadi karena banyaknya perusahaan finansial yang bersedia membiayai deal tersebut dengan imbalan bunga tinggi. Tingginya suku bunga atas surat utang tersebut karena sudah termasuk risiko pada surat utang itu.

Contoh yang cukup terkenal terjadi pada pada 1985, saat Pantry Pride menerbitkan surat utang berbunga tinggi senilai US$2,1 miliar untuk membeli Revlon. Di Italia saat Olivetti, yang asetnya kecil, melakukan LBO terhadap Telecom Italia.

Teknik LBO dapat memberikan manfaat bagi perusahaan terutama penghematan pembayar pajak akan tetapi pemodal minoritas akan terkait risiko terutama kemungkinan hilangnya prioritas atas deviden serta kemungkinan cashing out dari pemegang saham publik ke pemegang saham utama atas tindakan right issue bervolume sangat besar dalam rangka rentetan LBO itu.

Lalu bagaimana pemodal harus menyikapi M&A via LBO? Mereka perlu cermat agar tidak ketinggalan terhadap aksi korporasi dan berhati-hati agar tidak kejeblos.

sumber: