Menaikkan BBM, Kebijakan Salah Pemerintah

Kompas Jakarta, Kamis Kamis, 24 Februari 2005, 09:05 WIB

Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PAN, Drajad Hari Wibowo, menilai rencana pemerintah menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebagai satu kebijakan yang salah dan hal tersebut tidak saja memberatkan perekonomian rakyat miskin tetapi juga kalangan menengah perkotaan yang berpenghasilan tetap. "Jelas itu (kenaikan BBM) merupakan kebijakan pemerintah yang salah dan F-PAN menolaknya," katanya, Kamis (25/2).

Menurut Drajad, apabila alasan pemerintah menaikkan harga BBM tersebut untuk menyelamatkan APBN dan kemudian diberi pemanis berupa skema kompensasi, maka alasan tersebut juga kurang tepat karena penghematan karena penghapusan subsidi BBM sebesar Rp20 triliun hanya dikembalikan ke masyarakat sebesar Rp10 triliun atau setengahnya.

Seharusnya, ia melanjutkan, jika dilakukan penghematan sebanyak Rp20 triliun maka kompensasi yang harus disalurkan ke masyarakat miskin juga harus sebanyak Rp20 triliun dan bukan mengalihkan sebagian dana penghematan itu untuk menutup defisit anggaran dalam APBN.

Selain itu, alasan F-PAN menolak rencana kenaikan harga BBM itu karena pemerintah belum menyelesaikan sejumlah PR-nya, diantaranya melakukan audit Pertamina dimana sebelum ada kenaikan harga harus ada neraca awal Pertamina. Dari neraca awal tersebut kemudian dilakukan audit sehingga diketahui berapa sebenarnya biaya pokok produksi minyak serta dapat diketemukan angka yang sama antara pemerintah dengan Pertamina untuk kenaikan itu.

Lebih lanjut, Drajad menegaskan bahwa hingga sejauh ini DPR juga belum memberikan izin kepada pemerintah untuk melaksanakan rencana menaikkan harga BBM tersebut. "Yang jelas pengubahan harga BBM ini akan mengubah angka-angka dalam APBN. Jadi secara hukum, perubahan APBN itu harus dijadikan UU yang disetujui bersama DPR dengan pemerintah dan pemerintah mengajukan dulu perubahan UU APBN itu," tegasnya.

Mengenai sosialisasi pemerintah tentang kenaikan harga BBM itu kepada masyarakat, Drajad berpendapat, seintensif apapun dan semahal apapun sosialisasi itu dilakukan pemerintah tetap susah diterima masyarakat. Hal tersebut dikarenakan kenaikan harga itu tidak akan sanggup menutupi tambahan beban biaya hidup yang harus ditanggung masyarakat yang secara keseluruhan daya beli riilnya akan cenderung merosot.

Drajad menambahkan, kemerosotan daya beli itu tidak saja ditanggung masyarakat miskin saja tetapi juga kelompok masyarakat menengah di perkotaan yang berpenghasilan tetap atau menerima gaji rutin sebagai karyawan itu. 

sumber: