Marak-Penjualan Batu Bara Karungan

Marak-Penjualan Batu Bara Karungan

Kaltimpost, 1 November 2005

 

SAMARINDA - Maraknya penjualan batu bara ilegal melalui Pelabuhan Samarinda menunjukkan bahwa Samarinda tergolong banyak terdapat lokasi tambang batu bara ilegal. Setidaknya hal itu bisa dilihat pada kawasan di Desa Berambai, Samarinda Utara dan Loa Buah. Bahkan baru-baru ini Poltabes Samarinda mengamankan 2 kontainer berisi tambang batu bara karungan dari kawasan Loa Buah.

Bahkan sempat disebut-sebut pemilik kontainer tersebut adalah seorang pengusaha kawakan yang bergerak dalam bidang jasa pengiriman atau ekspedisi di Pelabuhan Samarinda. Dia adalah Agus Sindoro, dan diketahui sudah lama melakukan penjualan batu bara ke Pulau Jawa.

"Tetapi untuk saat ini, pemeriksaan atas tangkapan batu bara dugaan ilegal itu belum menetapkan sebagai tersangka. Memang dari pemeriksaan sementara ini, Agus Sindoro disebut-sebut sebagai pemiliknya," tandas Kapoltabes Samarinda Kombes Drs Wagner Damanik didampingi Kasat Reskrim Kompol Toni Harsono SIK MSi.

Tetapi pemeriksaan lanjutan itu terkendala belum hadirnya saksi ahli dari Dinas Pertambangan Samarinda. Karena dalam 2 kali undangan yang dilayangkan Poltabes Samarinda, ternyata saksi ahli itu tak kunjung hadir. "Mungkin setelah Lebaran baru bisa direalisasikan minta keterangan saksi ahli," ucapnya.

Sementara itu, Sindoro Tjokro Tekno merupakan ayah dari Agus Sindoro membantah kalau bisnis yang dilakoni anaknya ilegal. Karena setahunya batu bara karungan tersebut berasal dari tambang yang sah. Yaitu dari lokasi tambang batu bara milik sebuah perusahaan batu bara di Loa Buah. "Sedangkan anak saya itu mengambil batu bara sisa yang tidak diambil perusahaan. Juga karena kalorinya tak terlalu ekonomis untuk dijual ke pasar," bantahnya, kepada Kaltim Post.

Jadi, lanjut Sindiro, tidak benar kalau dikatakan usaha batu bara anaknya tersebut ilegal. Ia mengakui bisnis Agus Sindoro itu sudah berjalan sekitar setahun terakhir ini. Dengan biaya yang bisa dihabiskan kalau setiap kontainer pengiriman batu bara ilegal itu berkisar antara Rp2 sampai Rp3 juta. Intensitas pengirimannya pun tak terlalu tinggi, kadang sebulan hanya mengirim 2-3 kali.

"Jadi, kasarnya anak saya itu menjual sampah batu bara, yang ternyata bisa jadi home industry di Pulau Jawa," bebernya.

sumber: