Mampukah Industri Baja Bersaing di Pasar Global?

Suara Pembaharuan - INDUSTRI baja nasional saat ini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi industri ini dihadapkan pada ketatnya persaingan di pasar global, di sisi lain menghadapi tantangan keterbatasan pasokan bahan baku dalam negeri. Hal yang kedua ini tentu saja membuat industri baja nasional sulit bersaing, baik di pasar lokal maupun internasional.

Padahal, harus diakui, industri baja merupakan salah satu barometer pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dengan kata lain, stabilnya harga baja di suatu negara akan memberikan kontribusi yang signifikan bagi pertumbuhan ekonomi negara bersangkutan.

Industri baja nasional masih terlilit persoalan pelik yakni soal keterbatasan pasokan bahan baku, yang sebagian besar masih diimpor. Apalagi, saat ini ada kecenderungan defisit suplai bijih besi dunia terutama akibat adanya pembangunan besar-besaran di Cina, untuk persiapan menghadapi Olimpiade dan Asian Games. Dampaknya, pasokan semakin sedikit dan harga menjadi mahal.

Diprediksi, pada 2010 defisit suplai bijih besi dunia akan mencapai 62 juta ton. Dengan demikian, di masa mendatang, bijih besi akan semakin langka dan mahal. Menghadapi persoalan ini, tidak ada pilihan lain, industri baja nasional harus berupaya mencari terobosan untuk bisa bertahan sekaligus mampu bersaing di pasar global.

Salah satu caranya adalah memanfaatkan semaksimal mungkin potensi di dalam negeri mengingat Indonesia memiliki kandungan bijih besi yang cukup besar.

Menurut Direktur Perencanaan dan Teknologi PT Krakatau Steel (KS), Satya Graha Somantri, kondisi kelangkaan bahan baku ini sudah mulai dirasakan oleh KS. Untuk itu, selain berusaha mendapatkan pasokan dari negara lain, saat ini KS telah melakukan berbagai upaya memanfaatkan bahan baku bijih besi lokal.

Diakui, kondisi bijih besi lokal selama ini memang kurang dimanfaatkan karena sifat bijih besinya yang tidak sesuai dengan kebutuhan proses di KS. Namun, melihat pasokan bijih besi dunia yang makin sulit, KS pun mulai melirik bijih besi lokal dengan melakukan berbagai percobaan dan penyesuaian sehingga bijih besi dalam negeri ini bisa dipakai dalam proses produksi di KS.

Bagi industri baja nasional seperti KS, pemanfaatan bahan baku lokal akan memberikan keuntungan lebih. Setidaknya mereka mampu menekan biaya produksi mengingat biaya transportasi lebih murah dan adanya jaminan pasokan. Selain itu, mereka turut menciptakan lapangan pekerjaan baru di dalam negeri.

Cadangan Bijih Besi

Saat ini, paling tidak di Ketapang, Kalimantan Barat, tersedia cadangan bijih besi sebesar satu miliar ton. Sedangkan di Pulau Sebuku, Kalimantan Selatan, sebesar 426 juta ton, serta di pantai selatan Jawa sebesar 150 juta ton. Dengan jumlah tersebut, maka kebutuhan bijih besi KS yang berkisar 2,5 juta ton per tahun tidaklah sulit untuk dipenuhi.

Untuk menggarap pasokan bahan baku bijih besi tersebut, industri baja nasional bisa saja melakukan kerja sama dengan pemerintah daerah (pemda) setempat. Dengan demikian, pemda bisa meningkatkan pendapatan daerahnya sedangkan industri baja bisa mendapatkan kepastian pasokan bahan baku dengan harga yang lebih murah dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan.

Lalu, mampukah industri baja nasional bersaing di pasar global? Jawabannya, industri baja nasional bisa bersaing di pasar global jika mereka mampu memanfaatkan potensi lokal dengan sebaiknya.

sumber: