Maju Mundur Pemakaian Energi Alternatif
Maju Mundur Pemakaian Energi Alternatif
Indopos, 13 Desember 2005
ÂÂ
ÂÂ
Pemerintah terus gencar mengampanyekan penggunaan energi alternatif. Terakhir, pada medio Oktober lalu pemerintah menganggarkan pembuatan 1 juta tungku briket batu bara pada 2006. Meski demikian, wacana energi alternatif selalu muncul berbarengan dengan tingginya harga minyak internasional. Tak heran, seringkali isu ini hanya menjadi penyedap dan pengiring kebijakan kenaikan harga BBM. Padahal, negara-negara lain sudah memulai program aksi energi alternatif lebih dulu, karena sadar akan terbatasnya cadangan minyak dunia.
Menteri Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman, mengungkapkan sebenarnya pemerintah sudah memiliki sasaran yang jelas dalam kebijakan energi alternatif ini. "Target jangka panjangnya 2025. Pada tahun tersebut, sudah terpenuhi energy mixed yang mencapai nilai ekonomis dan ramah lingkungan. Selain itu, juga peningkatan penggunaan gas untuk sektor industri, pembangkitan listrik, dan transportasi. Persentasenya mencapai 60 persen, 38 persen, dan 2 persen," terangnya.
Penyediaan energi baru dan terbarukan itu, diharapkan lebih dari 4,5 persen dari pangsa produksi energi primer. "Penyediaan bio fuels sektor transportasi, juga harus 5 persen lebih tinggi dari penggunaan solar," tuturnya. Pemerintah memang wajar memasang target optimistis. Namun, realisasinya hingga kini masih jalan di tempat. Penggunaan energy mixed untuk transportasi, misalnya, masih jauh dari sasaran. Data dari kantor Menko Perekonomian, menyebutkan program CNG-gifikasi untuk kendaraan bermotor masih jauh dari target.
Buktinya, saat ini baru dibangun 28 unit SPBG (stasiun pengisian bahan bakar gas) dengan kapasitas 403 LSP/hari. Jumlah ini terdiri dari 21 SPBG milik Pertamina dan 7 SPBG milik swasta. Dari jumlah tersebut, hanya 14 SPBG yang beroperasi. Itupun, dari jumlah yang telah beroperasi, hanya 18 persen saja yang termanfaatkan.
Data kantor Menko Perekonomian mencatat, penyebab penurunan ini antara lain masih rendahnya harga BBM dibandingkan dengan CNG. Disamping itu, teknologi yang belum memadai membuat waktu pengisian terlalu lama. Sehingga, menyebabkan pemborosan waktu, khususnya bagi kendaraan umum yang harus mengejar setoran. Selain itu, enforcement peraturan di daerah belum dilakukan dengan tepat. Misalnya, taksi di
Selain bahan bakar gas, pemerintah juga gencar mengampanyekan penggunaan bio diesel, atau bahan bakar untuk mesin diesel yang berupa ester metil/asam lemak, yang bisa diperoleh dari minyak sawit, kelapa, hingga jarak pagar. Kusmayanto menjelaskan, beberapa negara maju sudah lama memproduksi dan mengonsumsi energi jenis ini.
"Di Amerika sudah menggunakan bio diesel secara komersial sejak 1978.
Dia menjelaskan, daya saing bio diesel sebenarnya sangat kompetitif untuk dikembangkan. Harga bio diesel diperkirakan Rp 5.000 per liter. "Terlebih, produksi CPO (crude palm oil) di Indonesia tergolong tinggi," terangnya. Di Riau per tahunnya mencapai 3,3 juta ton, Sumatra Selatan 1 juta ton, Jawa Barat 31 ribu ton, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah masing-masing 500 ribu ton, Kalimantan Timur 167 ribu ton, dan Papua 95 ribu ton.
Bahan bakar alternatif lainnya adalah bio etanol. Kusmayanto menjelaskan, saat ini seluruh penggunaan bio etanol di
Yang lebih konkret dilakukan adalah penggunaan briket batu bara. Kusmayanto menjelaskan, peluang penggunaan batu bara cukup besar. "Satu liter minyak tanah, setara dengan 1,7 hingga 1,8 kilogram batu bara. Konsumsi minyak tanah nasional mencapai 14 juta kiloliter per tahun atau setara dengan 25 juta ton batu bara per tahun," jelasnya. Jadi, jika diasumsikan 50 persen konsumsi minyak tanah diganti batu bara, maka diperlukan briket dengan kapasitas 12,5 juta ton per tahun.
Briket batu bara memiliki keunggulan dibandingkan minyak tanah. "Harga 1 kilogram briket Rp 900. Artinya, harga minyak tanah Rp 2.250 sebanding dengan briket Rp 1.500 hingga Rp 1.700. Secara operasional juga sederhana, dan harga kompornya juga murah, yakni antara Rp 30 ribu hingga Rp 200 ribu," terangnya. Saat ini, pemerintah sedang meningkatkan kapasitas produksi briket batu bara. Kapasitas produksi mencapai 450 ribu ton, tahun depan akan ditingkatkan menjadi 2 juta ton dan 6 juta ton pada 2009.
Caranya dengan percepatan pembangunan pabrik baru. Jawa akan dibangun pabrik baru skala besar di Serang pada 2007, Semarang 2008, Gresik 2009, masing-masing dengan kapasitas 500 ribu ton per tahun. Sedangkan untuk skala kecil akan dibangun di Serang,
Sumber energi alternatif lainnya yang akan dikembangkan pemerintah adalah jarak pagar (jatropha curcas). Minyak jarak cocok untuk substitusi CPO dalam penggunaan non-pangan sebagai bahan
Saat ini, draf peraturan presiden tentang kebijakan energi sudah diselesaikan. Pemerintah juga masih harus menerbitkan inpres tentang pemanfaatan bio fuel, penggunaan briket batu bara, pemanfaatan batu bara cair, dan penggunaan CNG untuk transportasi. Selain itu, juga diperlukan adanya insentif fiskal berupa pembebasan PPN atau subsidi harga untuk peralatan seperti converter kit. Perlu dilakukan pula perubahan rezim fiskal yang progresif untuk pengembangan ladang marjinal gas, khususnya di Jawa. Serta pengembangan infrastructure fund yang bisa digunakan untuk membangun jaringan gas. sumber: