ÂÂ
JAKARTA - Pemerintah menyesalkan sikap kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang tak pernah menyoroti maraknya penambang tanpa izin (peti) dengan praktik penambangan yang merusak lingkungan dan merugikan negara. Sementara perusahaan tambang yang jelas-jelas mengantongi izin melalui kontrak karya pertambangan dan terikat peraturan untuk menerapkan praktik penambangan yang benar, selalu dipojokkan dengan isu kerusakan lingkungan.
Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Simon Felix Sembiring dalam diskusi dengan jajaran redaksi Suara Pembaruan di Jakarta, Rabu (3/8) mengungkapkan, maraknya peti di sejumlah wilayah yang kaya sumber daya alam di Indonesia bukan hanya mengancam kelestarian lingkungan, tetapi juga berdampak pada stabilitas ekonomi.
Dari sisi potensi penerimaan pajak dan royalti sebesar 13,5 persen dari produksi, peti jelas tidak memberikan sumbangan sepeser pun bagi kas negara.
Simon lantas mencontohkan, salah satu dampak negatif akibat maraknya peti, atau yang disebut penambangan inkonvensional di Bangka-
'Para penambang tanpa izin di Bangka-
Batu Bara
Selain penambang timah tanpa izin di Bangka-
'Untuk menangkap mereka (penambang liar) departemen kami tidak punya kewenangan. Padahal keberadaan mereka jelas sangat merugikan,' tandasnya.
Menurut Simon, maraknya penambang-penambang liar itu tidak lepas dari peran para cukong yang kebanyakan berasal dari luar wilayah penambangan, bahkan tidak sedikit cukong yang menyetir kegiatan ilegal itu dari
Di Kalsel, berdasarkan data Pemerintah Provinsi, tahun 2001 tercatat jumlah cadangan (sementara) batu bara mencapai 44,2 miliar ton, dan tahun 2002 meningkat menjadi 52 miliar ton.