Lahan Bekas Tambang yang Rusak Berat Harus Direklamasi

Lahan Bekas Tambang yang Rusak Berat Harus Direklamasi
Penulis: Ferdinand

SOLO--MIOL: Lahan bekas tambang, yang pada umumnya dalam kondisi rusak berat, harus direklamasi. Selain karena pertambahan penduduk dan etika konservasi, juga untuk menghindarkan bahaya banjir dan sedimentasi di bagian hilir dan mengembalikan produktivitas lahan.

Demikian disampaikan Guru Besar Konservasi Tanah dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Institut Pertanian Bogor (IPB), Naik Sinukaban, pada peserta Pekan Ilmiah Mahasiswa Ilmu Tanah Nasional (PILMITANAS) di Fakultas Pertanian Universitar Sebelas Maret (UNS), Solo, Rabu (7/12).

Beberapa lahan bekas tambang yang harus dipulihkan ke kondisi semula itu, tersebar di beberapa provinsi di Indonesia dengan luas mencapai ribuan hektare. Seperti di Bangka Belitung (bekas tambang timah), Pulau Bintan (bekas tambang alumunium), Sumatra Selatan (bekas tambang batu bara), Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur (bekas tambang batu bara), Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat (bekas tambang emas), dan Papua (bekas tambang tembaga dan emas).

Pada lahan-lahan bekas tambang itu, sifat kimia dan fisika pada umumnya buruk. Tanahnya bertekstur pasir, berkerikil atau berbatu, dan kemampuan menahan airnya kecil, yakni kurang dari 20%. Belum lagi kandungan unsur haranya rendah sehingga jarang ada tumbuhan yang dapat hidup dengan baik di sana. Kondisi ini menyebabkan mudah terjadi erosi yang dapat menyebabkan banjir dan sedimentasi di bagian hilir.

Dalam kaitannya dengan DAS, kegiatan penambangan dapat mengubah secara signifikan fungsi hidrologi suatu DAS. Hal ini sering mengakibatkan perubahan drastis dari jumlah dan kualitasnya, baik sumber daya air, aliran permukaan maupun air bawah tanah. Debu yang dihasilkan dapat menurunkan kualitas udara karena sering terjadi pelepasan gas ke udara. Secara umum, kata Naik sistem biologi pada semua skala diubah dan dirusak oleh penambangan.

"Apalagi jika lahan itu ditambang dengan sistem terbuka yang sering meninggalkan lubang dalam dan lereng permukaan curam," jelasnya.

Dengan pertimbangan akibat yang mungkin ditimbulkan dan dampaknya yang luas terhadap daerah lain, maka menurut Naik sudah seharusnya lahan-lahan bekas tambang itu direklamasi.

Tiga teknik

Teknologi reklamasi pada lahan bekas tambang tergantung pada kondisi setiap lokasi. Namun secara umum paling tidak ada tiga teknologi yang biasa dilakukan. Pertama, memodifikasi lapisan atas tanah, dengan memberikan bahan-bahan tertentu seperti kapur, batuan fosfat dan sebagainya tergantung sifat dasar tanahnya.

Kedua, menutup puing-puing tanah rusak. Teknik ini dilakukan dengan menimbun lahan bekas tambang yang rusak berat. Ketiga, stabilisasi lokasi yang direklamasi. Teknik ini dilakukan pada lahan tambang yang berlereng miring dengan tanah yang lepas-lepas.

Ketiga teknologi tersebut, menurut Naik mempunyai tingkat keberhasilan bervariasi dalam mengembalikan produktivitas lahan. Tapi sebagai indikator berhasil tidaknya reklamasi akan terlihat dari pertumbuhan vegetasi (tanaman) ditempat itu.

"Karena itu, sebelum reklamasi dilakukan, tanah bekas tambang sebaiknya dianalisis kandungan haranya, agar dapat ditentukan hara yang perlu ditambahkan dalam reklamasi," imbuhnya. (FR/OL-02).

sumber: