Kontrak Batu Bara Suralaya belum Tuntas
Menurut Direktur Utama PT Tambang Batu Bara Bukit Asam (BA), Ismet Harmaini, pihaknya meminta harga baru kontrak pembelian batu bara tersebut sebesar Rp244 ribu per ton atau lebih mahal Rp10.000 dari harga sebelumnya. Hal ini disebabkan adanya perubahan ongkos tarif angkutan kereta api (KA) batu bara rangkaian panjang (babaranjang) dari PT Kereta Api dan faktor kenaikan upah minimum regional (UMR). "Sampai hari ini (kemarin malam) negosiasi belum juga putus. Namun, PT BA tetap berupaya memasok batu bara sesuai kontrak. Walaupun dengan kondisi kini tidak tercapai target sebesar 6,1 juta ton per tahun, paling hanya 5,5 juta ton per tahun," kata Ismet kepada wartawan usai rapat koordinasi yang dipimpin Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT KA, PT BA, dan produsen batu bara swasta di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya, Banten, kemarin. Lebih lanjut Ismet menambahkan, pada Januari lalu karena PT BA tidak dapat memasok batu bara sesuai target ke Suralaya, perusahaan ini akan dikenai penalti oleh PLN sebesar Rp2 miliar. Tetapi, hal ini masih akan dibicarakan lagi dengan PLN. Walaupun demikian, PT BA masih dapat menutupi kondisi seperti itu dengan cara mengekspor batu bara dengan kalori 7.000 kilo kalori (kcaL). Pasalnya, batu bara itu di luar negeri harganya mencapai US$50-US$53 per metrik ton atau dua kali lipat dari harga di pasar domestik. Selama ini, yang dijual kepada PLTU Suralaya adalah jenis 5.000 kcal. Artinya, PT BA harus melakukan subsidi silang untuk menutupi kerugian dalam pengangkutan batu bara dari Muara Enim, Sumsel, ke Suralaya karena yang selama ini terkendala masalah transportasi KA dan bongkar muat di pelabuhan Tarahan. Sedangkan, Dirut PLN Eddie Widiono mengatakan, pihaknya meminta harga khusus untuk pembelian batu bara dari PT BA mengingat tahun ini perusahaan tersebut belum menaikkan tarif dasar listrik (TDL). Apalagi, pada Januari 2004 harga batu bara masih pada kisaran US$23/metrik ton (MT), tetapi kini melejit jadi US$50/MT. Tekanan harga jual yang tinggi ini membuat negosiasi dengan PT BA berlangsung alot. Selain itu, PLN juga harus mengatasi keterlambatan pasokan batu bara ke Suralaya dengan mengeluarkan dana sebesar Rp500 miliar untuk membeli stok bahan bakar minyak (BBM) sebanyak 45.000 kiloliter (kl). Hal itu dilakukan sebagai pengganti batu bara pembangkit Suralaya agar dapat menjaga suplai listrik ke sistem Jawa-Bali. Selama ini, PLTU Suralaya memasok 25% dari kebutuhan daya listrik sistem kelistrikan Jawa-Bali. Dengan kapasitas 3.400 megawatt (MW) setiap harinya membutuhkan bahan bakar 27.000 ton batu bara. Eddie mengungkapkan, PLN sendiri mempunyai kontrak jangka panjang pembelian batu bara dengan PT BA sebanyak 6,1 juta ton per tahun. Sedangkan dengan produsen swasta seperti PT Kideco, PT Adaro, dan PT Berau Coal sebesar tiga hingga empat juta ton. Satu juta ton di antaranya diambil dari pasar spot (kontrak jangka pendek). "Selama ini kualitas batu bara yang kami suplai sesuai kebutuhan Suralaya. Sedangkan soal harga kontrak memang tidak mungkin berubah kecuali harga di pasar spot yang memang biasanya lebih tinggi dari harga dalam negeri," ujar Presiden Direktur PT Berau Coal, Jeffrey Mulyono. Sementara itu, Dirut PT Indonesia Power (IP) Abimanyu Suyoso mengakui pasokan batu bara ke PLTU Suralaya kini masih dalam keadaan kritis, karena stok cadangan sebesar 125.000 ton hanya cukup untuk lima hari ke depan. Sedangkan biasanya cadangan batu bara digunakan untuk jangka waktu sebulan beroperasi dengan volume sekitar 1 juta ton. Di samping itu, juga ada persoalan alat transportasi yang digunakan PLN selama ini akan diubah sesuai kebutuhan produsen swasta yang ada di Kalimantan. |