Kompensasi Penambangan Hutan Lindung Dipertanyakan

Kompensasi Penambangan Hutan Lindung Dipertanyakan
Senin, 27 Maret 2006 | 18:14 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Pemberian kompensasi uang kegiatan penambangan di kawasan hutan lindung harus memperhitungkan aspek ekonomi, kerusakan lingkungan dan sosial budaya. Menurut pengamat kehutanan Togu Manurung, pemerintah harus melakukan perhitungan yang komprehensif soal jumlah uang yang harus dibayar investor tambang. ?Bayaran yang pantas memang akan jadi perdebatan,? kata Togu kepada Tempo, Senin (27/3).

Pernyataan Togu ini terkait Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 14/Menhut-II/2006 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang terbit 10 Maret lalu. Isi peraturan itu antara lain, investor pertambangan di hutan lindung tidak diharuskan mengganti lahan areal tambang. Mereka cukup membayar sejumlah uang. Alasannya, investor tak mungkin menyediakan lahan pengganti.

Uang kompensasi ini digunakan untuk membayar biaya pengukuran, pemetaan, pemasangan tanda batas, inventarisasi kayu, dan ganti rugi nilai kayu pada hutan yang dipakai. ?Uang tersebut akan menjadi penerimaan negara bukan pajak,? kata Menteri Kehutanan Malam Sambat Kaban.

Menurut Kaban, kebijakan ini juga merupakan respons terhadap keinginan pemerintah mempercepat investasi. Dia juga menjamin tidak terjadi kerusakan hutan lindung. Sebab, pemerintah hanya memperbolehkan penambangan dengan sistem tertutup.

Togu menyatakan, seharusnya pemerintah tetap mengedepankan opsi penyediaan lahan pengganti. Pasalnya, opsi ini juga berada dalam peraturan itu. ?Kalau tidak bisa baru pakai uang,? ujarnya.

Menurut dia, indikasi kemudahan penambangan di hutan lindung yang diberikan pemerintah sangat kentara. Namun kemudahan itu, kata Togu, tidak boleh meningkatkan laju kerusakan hutan.

Selain soal perhitungan jumlah kompensasi, pemerintah juga harus dapat menjelaskan tentang mekanisme penyetoran uang itu. Sebab, pengawasan penyetoran penerimaan negara bukan pajak selama ini terkenal masih lemah.

Sebelumnya, Ketua Komisi Kehutanan Dewan Perwakilan Rakyat Yusuf Faishal meminta pemerintah mendapat persetujuan dewan terlebih dahulu sebelum menerapkan aturan baru. ?Ini masalah serius, pasti kami akan persoalkan,? ujarnya.

EWO RASWA

sumber: