TEMPILANG –– Kolektor pasir timah di Kecamatan Tempilang menolak dan enggan membayar pajak pertambangan umum dan mineral ikutannya kepada Pemkab Bangka Barat. Pasalnya mereka menuding pungutan pajak tersebut merupakan tindakan sepihak dan menilai ketetapan pajak sebesar Rp 600 per kilogram pasir timah terlalu memberatkan serta rawan korupsi. ÂÂ
“Kita seluruh kolektor pasir timah di Tempilang menolak membayar pajak Rp 600 per kilogram pasir timah, karena itu memberatkan kami untuk dapat untung Rp 1.000 per kilogram pasir timah saja sangat susah, belum lagi biaya pengiriaman ke Pangkalpinang. Kalau dipotong Rp 600 kilogram, berapa yang kita dapat,� kata Spr, kolektor pasir timah Desa Tempilang, kepada Bangka Pos Group, Rabu (5/10).
Disinggung soal ketetapan pajak yang ideal, menurut Spr andaikan ketetapan pajak tersebut sebesar Rp 100-Rp200 per kilogram pasir timah kemungkinan para kolektor masih sanggup membayarnya.
“Mendingan kita tidak usah beli timah daripada kena pajak seperti itu (Rp 600 per kilogram––red),� tukasnya.
Disamping ketetapan pajak tersebut dinilai memberatkan kolektor, lanjut Spr, alasan lain penolakan membayar pajak tersebut lantaran kebijakan dinilai sebagai tindakan sepihak dari Pemkab Bangka Barat.
“Kalau dalihnya untuk membangun daerah sendiri, siapapun mau. Yang menjadi persoalan, inikan masalah kincing (kenceng––red) nasi kita yang merasa diganggu untuk pembangunan, kan nggak mungkin. Lagi pula kalau ketetapan pajak Rp 600 per kilogram itu rawan korupsi, kali kan saja seluruh timah yang keluar dari Tempilang ini. Kemudian landasan hukumnya apa sih, seperti Perdes atau apala. Setahu kita yang mungut pajak dari kolektor timah ini hanya Pemkab Bangka Barat, kabupaten lain tidak ada,� pangkasnya.
Sebelumnya sebuah sumber di Kantor Kecamatan Tempilang menyebutkan, sejumlah kolektor timah, beberpa waktu lalu sempat mendatangi kantor kecamatan tersebut guna menyampaikan penolakan untuk membayar pajak pertambangan umum dan mineral ikutannya kepada Pemkab Bangka Barat.
Kata sumber tadi, mereka menolak membayar pajak lantaran menilai ketetapan pajak Rp 600 per kilogram pasir timah sangat memberatkan. (g18) |