Kitadin Stop Beroperasi, Areal Tambang Diblokir Warga Kertabuana
SAMARINDA-Sejak Senin (7/6) lalu, perusahaan tambang batubara PT Kitadin yang beroperasi di Kecamatan Tenggarong Seberang berhenti beroperasi. Penyebabnya warga L4 Desa Kertabuana Tenggarong Seberang memblokir jalan perusahaan sebagai buntut belum selesainya masalah lahan pertambangan yang dinilai sangat dekat dengan pemukiman warga.
Sejak pukul 9.00 Wita kemarin, sekitar 150 orang warga Kertabuana sudah menduduki beberapa lintasan jalan perusahaan yang ada di sepanjang jalur desa L4. Namun belum sempat warga memblokir jalan di beberapa titik tersebut, sudah keburu dihalau satuan Brigade Mobil (Brimob) Samarinda sebanyak 1 peleton yang disiagakan mengamankan areal tersebut.
Namun kemudian, ratusan warga itu memilih memblokir jalan di lokasi tambang Steam 17 di lintasan jalan menuju Kertabuana. Warga membuat tenda di pos pengamanan lintasan dan memasang kayu di tengah jalan menuju lokasi tambang. Sementara di seberang jalan aparat keamanan tampak berjaga-jaga.
Kaltim Post kemudian diajak Ketua RT 6 Desa Kertabuana Marzoan untuk melihat areal lokasi tambang yang cukup dekat dengan pemukiman warga. Saat memasuki lokasi tambang, tampak puluhan alat berat yang diparkir karena tidak bisa beroperasi selama diblokir warga. Sementara saat sampai di lokasi tambang dekat pemukiman warga, terlihat jarak antara lokasi tambang dengan pemukiman sangat dekat. Jarak terdekat bahkan kurang dari 100 meter.
"Dulu di sini daerah penampungan air bersih, tapi sekarang sudah ditimbun tanah," tutur Marzoan sambil menunjukkan genangan air yang telah tertimbun tanah. Sementara tanah yang tadinya persawahan kini kering kerontang, hanya rumput liar yang mampu hidup.
"Rumput aja kadang-kadang mati kena limbah," tambah Marzoan. Jika hujan tiba, aliran air menyerupai lumpur terkadang masuk ke pekarangan rumah warga.
"Itulah yang salah satu menjadi tuntutan kami. Ganti rugi akibat banjir limbah itu belum terbayar," tambah anggota Badan Perwakilan Desa Kertabuana Budi Sudarsono.
Menurutnya, hampir sebagian besar lahan warga desa L4 sudah dikupas untuk dijadikan lokasi tambang. Saat ini memang belum ada transaksi jual beli tanah antara warga dengan perusahaan. "Tapi saya takut ada skenario mau tidak mau warga menjual tanahnya kepada perusahaan dengan harga murah. Sebab pemukiman sudah tercemar dengan kegiatan tambang," tutur Budi kemudian.
Marzoan menambahkan, ekosistem lingkungan di sekitar pemukiman sudah banyak mati. Sumber air bersih pun sudah menurun drastis. Sementara kegiatan pertanian otomatis terganggu karena tanaman tidak bisa lagi tumbuh subur.
Ia mengakui, pada 25 Mei lalu ada pembicaraan antara warga, perusahaan dengan Pemkab Kukar membahas masalah tersebut. "Janjinya tanggal 5 Juni kemarin kami sudah bisa mendapat jawaban. Ternyata kami tak kunjung dapat jawaban, makanya kami blokir jalan perusahaan," tuturnya.
Tuntutan lain yang diminta warga adalah fasilitas air bersih dan fasilitas umum lainnya yang pernah dijanjikan tak kunjung diberikan. Terlebih warga sekarang kesulitan air bersih sejak daerah tangkapan air di desa tersebut menjadi lokasi penambangan. Setidaknya 600 hektare lahan yang tadinya sawah berubah menjadi lokasi tambang.
Menurut Marzoan kepada Kaltim Post di lokasi demo kemarin, sempat terjadi insiden pemukulan terhadap warga yang dilakukan aparat keamanan. Namun tak sempat terjadi insiden yang berat. "Ada beberapa warga yang didorong petugas," tutur Marzoan.
Namun Komandan Peleton Brigadir Eko Dwi Tunggal S yang ada di lokasi membantah hal tersebut. "Kami sudah melakukan pendekatan persuasif. Dikasih tahu susah, tapi tak ada insiden pemukulan. Ada warga yang kebetulan terpeleset saat petugas menghalau warga, mungkin itu dikira pemukulan," ujar Eko. Menurutnya, jika memang terjadi pemukulan, bisa dibuktikan dengan hasil visum, karena pasti ada bekasnya.
Ia mengakui, demo yang dilakukan warga dengan memblokir areal tambang itu akibat tuntutan terhadap perusahaan tidak dipenuhi. "Tapi masalah tuntutan itu oleh perusahaan sudah diserahkan penanganannya kepada Pemkab Kukar," tambahnya. Eko juga menyebutkan, demo yang dilakukan warga itu tidak ada izin dari pihak berwenang. (eff)