Ketika Lingkungan Bertabrakan dengan Kepentingan Perut
Ketika Lingkungan Bertabrakan dengan Kepentingan Perut
Suara Pembaruan, 3 Januari 2006
KEWALAHAN Itulah kata yang berulang kali diucapkan Menteri Negara Lingkungan Hidup Ir Rachmat Witoelar saat memperingati Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) di Kota Pangkal Pinang, Provinsi Bangka Belitung (
Kewalahan yang dimaksudnya adalah keberadaan tambang ilegal yang kian marak di provinsi tersebut. \'\'Saya, terus terang kewalahan. Ini karena kami hanya bisa bertindak bila tambang-tambang ilegal itu telah mengakibatkan limbah atau merusak lingkungan,\'\' katanya.
Hal itu, lanjutnya, butuh kerja sama dengan berbagai pihak. Salah satunya adalah pemerintah daerah setempat. \'\'Dibutuhkan peraturan daerah yang tegas-tegas mengatur dan menindak para penambang ilegal itu,\'\' imbuh Rachmat.
Mengenai peraturan daerah tersebut, menurut Gubernur Babel Drs HA Hudarni Rani SH, saat ini tengah disusun. Walau akunya, hal itu sangat sulit sebab masyarakat
Dia mengakui, keberadaan tambang ilegal ini memang menjadi tidak terkendali. \'\'Terus terang saja, siapa saja yang naik pesawat dan ketika pesawat akan mendarat di Bandara Dipati Amir Pangkal Pinang, sudah bisa melihat banyaknya lubang-lubang di sekitar areal bandara. Itu semua adalah aksi para penambang ilegal,\'\' katanya.
Menurutnya, para penambang ilegal tersebut sudah diperingatkan berulang kali, tetapi tetap tidak mempan. \'\'Alasan mereka, kegiatan menambang ini dilakukan untuk mengisi perut, untuk mencari nafkah,\'\' ujarnya.
Keberadaan penambang ilegal tersebut, menurut Ketua Bapedalda Babel Tunggul Pakpahan, memang membuat pusing kepala. \'\'Mereka ada karena ada pihak yang menampung hasil penambangan tersebut. Ini yang membuat masyarakat terus melakukan penambangan dan umumnya, penambangan dilakukan tanpa memperhatikan lingkungan. Lubang penambangan dibiarkan terbuka begitu saja, kendati mereka sudah tidak menambang lagi,\'\' katanya. Dalam hal pengawasan dampak lingkungan akibat penambangan, imbuhnya, pihaknya lebih gampang mengawasi industri, ketimbang para penambang ilegal itu.
Berkelanjutan
Hudarni mengakui, dampak dari penambangan-penambangan itu adalah kerusakan lingkungan. \'\'Kerusakan ini bisa berarti kerusakan ekosistem dan selanjutnya kerusakan lingkungan. Lingkungan Babel memang mengalami kerusakan akibat penambangan-penambangan tersebut. Ini bisa terlihat dengan tidak ditemuinya beberapa spesies flora dan fauna yang tadinya ada di sini,\'\' katanya.
Tentang kerusakan lingkungan itu, Rachmat Witoelar menyebut bahwa kerusakan lingkungan di Provinsi Babel memang parah. Dirinya mengaku prihatin dengan kebijakan-kebijakan yang tidak teliti, yang dikeluarkan pemerintah atas nama pembangunan. \'\'Untuk itu, dalam melakukan pembangunan, kita harus memperhatikan kaidah keberlanjutannya,\'\' ucapnya.
Dia mengakui bahwa usaha penggalian sumber daya alam, memang selalu berlawanan dengan kebijakan lingkungan. Selalu bertumbukan. \'\'Ini memang ironi, kebutuhan mencari nafkah dengan melakukan penggalian sumber daya alam, berlawanan dengan lingkungan. Karena itu saya berharap, kebijakan mestinya diambil dengan memperhatikan hari depan. Penambangan mesti memperhatikan kaidah keberlanjutan,\'\' ucapnya.
Ketika ditanya seperti apa bentuk penambangan yang memperhatikan keberlanjutan itu, Rachmat menjawab penambangan dengan menerapkan strategi tertentu. Strateginya seperti apa? Jawabnya lagi, tidak hanya memperhatikan hari ini, tetapi juga hari depan. \'\'Menyisakan lingkungan yang baik untuk hari ini dan hari depan. Contohnya, perizinan penambangan harus disertai pula syarat reklamasi. Bila tidak mencantumkan syarat itu, jangan diberi. Setelah diberi izin, harus dilihat dan diawasi apakah melakukan reklamasi. Jika tidak, segera ditindak,\'\' tegasnya. sumber: