Kegiatan Penambangan Pasir Resahkan Warga Cibeureum
Kegiatan Penambangan Pasir Resahkan Warga Cibeureum Sumedang, Kompas - Warga Cibeureum Wetan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, mengkhawatirkan terjadinya tanah longsor dan kekeringan akibat penggalian pasir di kaki Gunung Tampomas. Mereka pun meresahkan air tanah yang telah tercemar sampah dan tinja yang dibuang di sekitar penggalian. Tempat penggalian pasir di Desa Cibeureum Wetan, Kecamatan Cimalaka, Sumedang, yang diga- rap perusahaan swasta makin meluas dari tahun ke tahun. Pasalnya, tingkat kedalaman galian sudah sepuluh meter, lebih dari ketentuan delapan meter. Bahkan, ada yang dalamnya sampai 50 meter lebih. Sehingga, warga desa khawatir jika musim hujan tanah di kaki gunung itu longsor. Korban pertamanya pasti warga Desa Cibeureum, ujar Engkak, Ketua RT 1 RW 1 Cibeureum Wetan, Rabu (21/9). Menurut Otay (32), warga Cibeureum Wetan RT 1 RW 1, penggalian yang meluas ini menyebabkan debit air sumur dan pengairan sawah makin berkurang. Hal ini karena lahan hijau sebagai penyerapan air sudah berubah menjadi hamparan batu dan pasir yang tandus. Kekhawatiran penduduk bertambah saat area penggalian pasir itu juga difungsikan sebagai tempat penampungan sampah akhir (TPA) dan tinja oleh Pemerintah Kabupaten Sumedang. Dampak yang dirasakan, menurut Daya (50), warga desa lainnya, antara lain air berbau dan sebagian warga merasa gatal-gatal saat menggunakan air untuk mandi. Saya takut, timbunan sampah itu nantinya longsor bersamaan dengan batu-batu. Saya tidak ingin kejadian seperti Leuwigajah terjadi di sini, harap Otay. Luas penambangan hingga saat ini telah mencapai 320 hektar, meliputi Kecamatan Cimalak dan Paseh dengan sekitar 165 perusahaan swasta penambang. Setiap harinya tempat penggalian pasir di Kecamatan Cimalaka ini mampu menghasilkan 220 truk per hari yang diangkut ke arah Bandung. Perluasan kawasan galian ini hingga membuat bagian belakang bangunan SMA 3 Cimalaka berdiri di tepian tebing penggalian pasir. Ditambahkan Komar, anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), tempat penambangan itu berada di wilayah tanah milik negara, adat, dan Perhutani. Ketua Dewan Pakar DPKLTS Mubyar Purwasasmita mendesak untuk audit lingkungan. (D09) |