Kebijakan Larangan Ekspor Granit Tunggu Hasil Audit Lingkungan

Jakarta, Kompas - Kebijakan larangan ekspor granit tidak bisa serta-merta dilakukan oleh pemerintah. Mengingat penambangan galian C terkait dengan lingkungan, Departemen Perdagangan harus menunggu hasil audit Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Diah Maulida mengatakan hal itu di Kantor Departemen Perdagangan, Jakarta, Rabu (21/3), seusai rapat tertutup dengan pengusaha pertambangan batu granit.

Rapat yang juga dihadiri perwakilan dari Departemen ESDM itu dilakukan untuk menyikapi maraknya penangkapan kapal- kapal tongkang oleh TNI Angkatan Laut di perbatasan Singapura-RI. Kapal tongkang itu diduga mengekspor pasir laut yang sebetulnya telah dilarang, dengan cara ditutup-tutupi batu granit.

Diah mengakui, kegiatan ekspor tidak ada aturan main yang ketat. Prinsipnya, eksportir memiliki kebebasan. Namun, pemerintah tetap membatasi beberapa produk ekspor yang terkait dengan masalah lingkungan, keselamatan, dan keamanan, misalnya timah dan pasir laut.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 03/M-DAG/PER/1/2007, granit merupakan hasil tambang galian C yang boleh diekspor ke seluruh dunia. "Kita tidak bisa melarang ekspor granit ke suatu negara, misalnya Singapura. Jadi, kalau memang ada kebijakan larangan produk ekspor, larangan itu harus berlaku untuk pengiriman ke semua negara," kata Diah.

Menurut dia, jika usaha pertambangan yang memiliki izin tidak menaati aturan main dan tidak mematuhi analisis mengenai dampak lingkungan, sanksi sesuai hukum harus diterapkan.

Perolehan devisa 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, nilai devisa batu granit mencapai 35 juta dollar AS per tahun. Namun, hasil produksi batu granit selama tahun 1998-2004 terus menurun dari 9,66 juta ton menjadi 3,63 juta ton.

Ketua Asosiasi Granit Riau Muchamad Syafei mengatakan, permintaan pasar yang makin besar membuat pelaku usaha pertambangan gencar mengekspor granit. Harganya pun melonjak dari 25 dollar Singapura menjadi 30-40 dollar Singapura per ton.

"Silakan saja pemerintah melakukan audit atas kerusakan lingkungan akibat penggalian granit," ujar Syafei.

Soal penangkapan kapal-kapal tongkang yang membawa pasir laut yang diduga ditutup-tutupi batu granit, Syafei yang juga Presiden Direktur PT Alas Watu Utama yang bergerak di bidang penggalian tambang mengharapkan masalah penangkapan kapal itu dapat segera diselesaikan karena bakal mengganggu kegiatan ekspor di masa depan.

Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kepulauan Riau Jon Arizal meminta pemerintah pusat mengkaji perbedaan yang sangat jelas tentang kerusakan lingkungan yang dipahami KLH dan Departemen ESDM.

sumber: