Penulis: Muhammad Fauzi JAKARTA--MIOL: Kelangkaan pasokan gas bagi industri dalam negeri terasa aneh karena cadangan gas nasional adalah yang terbesar di dunia yakni 94 triliun kaki kubik (TCF). Kelangkaan pasokan gas itu lebih disebabkan oleh kebijakan yang mengutamakan ekspor, padahal devisa yang masuk tidak lebih dari 50 persen jika dibandingkan dengan penyerapan oleh industri nasional. Hal itu dikatakan Direktur Pengkajian Energi Universitas Indonesia (UI) Dr Widodo W Purwanto menjawab Media, di Jakarta, Sabtu (24/12). Menurut Widodo, pasar domestik gas sangat besar terutama untuk listrik, industri seperti, keramik dan pupuk. Sayangnya pasokan gas dalam negeri tidak mencukupi permintaan tersebut. "Ini kan aneh, kenapa cadangan gas kita yang terbukti sekitar 94 triliun TCF (kaki kubik) tidak bisa dialokasikan sebagian untuk kebuthan domestik," kata Widodo. Kondisi tersebut dinilai staf pengajar Fakultas Teknik UI ini, disebabkan tidak terintegrasinya kebijakan gas pemerintah. Ia mencontohkan, ketika harga BBM rendah, gas bumi tidak mampu bersaing. Tetapi ketika harga BBM seperti saat ini (harga solar Rp4300/liter setara dengan harga 3 kali gas/MMBTU), semestinya tidak menjadi kendala lagi. "Untuk industri pupuk, pemeritah sebaiknya menetapkan harga gas sesuai pasar, sedangkan selisih harga jual denga biaya produksinya itu disubsidi pemerintah. Ini akan menarik bagi produsen gas untuk menjual gas ke industri pupuk," katanya mencontohkan. Widodo juga menyayangkan pengembangan industri gas bumi nasional yang sampai saat ini lebih melihat harga jual gasnya untuk pasar ekspor. Padahal sebenarnya nilai yang didapat (devisa) sangat kecil. Jika dilihat rantai nilai gas dari eksplorasi, produksi, konversi/pemurnian, transportasinya sampai utilisasinya, pemerintah maksimal mendapatkan 50 persennya. "Contoh ekspor LNG, tipikal komponen rantai nilai gas terdiri dari gas wellhead (0,5-1 US$/MMBTU), biaya pencairan (0,8-1,2 US$/MMBTU), transportasi (0,8-1 US$/MMBTU), regasifikasi dan penyimpanan (0,4-0,5 US$/MMBTU). Itu semua tidak kita dapatkan, hanya gas wellhead dan biaya pencairan saja," kata Widodo. Melihat fakta itu, menurut dia, sewajarnya pemerintah mengubah orientasi kebijakan gas ini. Jika digunakan dalam negeri maka hampir seluruh rantai nilai gas berada di Indonesia. Belum lagi rantai nilai ekonomi dari bergeraknya sektor riil (industri). (faw/OL-03) |