Kantor Gubernur Babel Dirusak

Kantor Gubernur Babel Dirusak
Kamis, 05 Oktober 2006 - 20:54 wib

Laporan Wartawan Kompas Emilius Caesar Alexey


PANGKAL PINANG, KOMPAS - Sekitar 2.000 buruh tambang inkonvensional dan industri peleburan timah (smelter) yang ditutup paksa polisi, Kamis (5/10), di Pangkal Pinang menyerbu kantor Gubernur Bangka Belitung. Massa yang marah memecahkan hampir semua kaca jendela, mendobrak pintu, dan merusak mobil-mobil plat merah.

Kerusuhan itu merupakan lanjutan dari aksi anarkis yang terjadi pada Rabu (4/10) malam, di depan Markas Polda Babel. Massa marah karena penutupan ketiga smelter swasta terbesar di Babel dan penahanan ketiga pemiliknya oleh Mabes Polri dapat mengakibatkan mereka kehilangan pekerjaan.

Massa datang dari berbagai kabupaten secara bergelombang sejak pukul 08.00 dan terus membesar hingga pukul 10.00. Massa terus menerus meneriakkan kemarahan atas Gubernur Babel Hudarni Rani, yang sedang rapat dengan para bupati dan Muspida, karena tidak kunjung menemui perwakilan demonstran.

Massa segera melompati pagar kantor gubernur dan menjadi semakin marah karena melihat mobil para pejabat itu disingkirkan dari depan kantor. Massa yang mengira Hudarni akan melarikan diri segera berlari sampai di depan kantor.

Mereka saling memprovokasi dengan meneriakkan perintah untuk melempar dan membakar. Koordinator lapangan dan polisi antihuru-hara yang berjumlah 30 orang gagal membendung massa yang sudah mulai melempar dan merangsek maju dengan membawa balok kayu dan bambu.

Jumlah polisi yang mengawal kantor gubernur sangat sedikit karena konsentrasi mereka terpecah di Mapolda, kantor DPRD, Markas Polresta, dan kantor gubernur.

Akibatnya, massa yang tidak terkawal dengan leluasa melempari kaca, genting, merusak lampu taman dan hidran, serta menjebol pagar gerbang yang beroda. Pagar itu kemudian didorong untuk menjebol pintu samping kantor.

Massa akhirnya berhasil masuk ke dalam gedung dan merusak komputer serta perabotan lainnya. Beberapa mobil plat merah, termasuk mobil baru sumbangan Departemen Kehutanan, dirusak dan dibalikkan massa.

Para pegawai negeri sipil, bupati, dan Muspida lainnya diungsikan melalui pintu belakang kantor gubernur. Sebagian diantaranya pergi dengan menangis histeris karena kantor mereka rusak dan dijarah.

Massa baru dapat dipukul mundur setelah 45 menit ketika bantuan polisi datang dan menembakkan senapan ke udara. Massa yang lari tunggang langgang segera dikejar polisi.

Polisi menahan 45 demonstran, 17 diantaranya dalam keadaan luka-luka. Beberapa mobil, sepeda motor dan truk milik demonstran juga dirusak. Sedangkan, korban luka dari pihak polisi tiga orang.

Sambil mundur, massa membakar semak dan ilalang di beberapa lokasi sehingga sekitar komplek perkantoran pemerintah itu dipenuhi asap. Massa juga bergerak ke Lapangan Merdeka di pusak Kota Pangkal Pinang tetapi dapat ditenangkan oleh Walikota Zulkarnaen Karim. Massa akhirnya bubar dengan tenang, tanpa merusak kota.

Akumulasi kemarahan

Menurut Johan Murod, Ketua Dewan Pemuda Babel dan koordinator lapangan demonstrasi, aksi anarkis kedua kali ini merupakan akumulasi kemarahan masyarakat akibat tindakan polisi. Tambang timah dan industri peleburannya adalah sumber penghasilan utama penduduk dan penutupannya berarti mematikan ekonomi mereka.

Penutupan itu sangat tidak dapat diterima karena akan membuat masyarakat tidak memiliki gaji dan tunjangan hari raya untuk menghadapi lebaran.

Sementara itu, Hardi, anggota Asosiasi Industri Timah Indonesia (AITI), mengatakan, AITI bersedia berunding dengan pemerintah untuk menentukan penataan usaha pertimahan, asal tidak ditutup. AITI juga meminta ketiga pemilik smelter yang ditahan agar dibebaskan.

AITI, kata Hardi, juga meminta polisi melepaskan 93 kontainer berisi timah yang akan diekspor. Kontainer timah itu ditahan polisi karena tidak memiliki letter of credit sehingga diduga merugikan Negara.

Krisis usaha timah, kata Hardi, akan meningkatkan harga timah dunia yang saat ini sudah mencapai 9.300 dollar per ton. Namun kenaikan itu tidak dapat dirasakan masyarakat karena smelter dilarang ekspor.

Sementara itu, Hudarni mengatakan, pemerintah Babel memang sedang mengatur lokasi dan tata usaha tambang timah rakyat, bukan menutupnya.

“Pemerintah babel sedang bergerak mengatur TI dan pusat sudah setuju permasalahan itu ditangani daerah. Namun, entah kenapa, tiba-tiba pusat mengambil sikap sendiri dengan melakukan penutupan itu,” kata Hudarni.

Sedangkan, Kapolda Babel, Komisaris Besar Imam Sudjarwo mengatakan, meskipun hasil tangkapan Mabes Polri, polisi menjamin ketiga pemilik smelter itu akan diperiksa di Pangkal Pinang, bukan Jakarta. AITI boleh mengajukan penangguhan penahanan tetapi akan diproses dulu.

Selama proses itu, massa diminta tetap tenang. Untuk ke-45 demonstran yang ditahan, polisi akan mengenakan tuduhan perusakan aset Negara kepada mereka, jika terbukti.

sumber: