Kalsel Terancam Kehilangan Rp 47 Miliar

Kalsel Terancam Kehilangan Rp 47 Miliar

Banjarmasin, Kompas - Selain rugi akibat maraknya penambangan batu bara ilegal, Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2005 ini terancam kehilangan pendapatan daerah dari sektor pertambangan batu bara sebesar Rp 47 miliar.

Kalimantan Selatan seharusnya menerima Rp 100 miliar, namun karena masih menggunakan sistem lama dalam bagi hasil royalti batu bara antara pemerintah pusat dan daerah, Kalsel tahun ini diperkirakan hanya akan menerima sekitar Rp 53 miliar.

Demikian diungkapkan Kepala Dinas Pertambangan Kalsel Sukardi di Banjarmasin, Selasa (23/8).

Sukardi menjelaskan, kehilangan pendapatan itu karena sistem bagi hasil dari sektor pertambangan batu bara untuk di Kalsel yang dilakukan oleh pusat tidak sepenuhnya mengacu Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah, revisi dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang hal yang sama.

Kalau didasarkan pada aturan baru, royalti yang diberikan oleh perusahaan tambang batu bara di Kalsel kepada pemerintah tahun 2005 ini sebesar Rp 125 miliar. Dari royalti sebesar itu, 20 persen atau sebesar Rp 25 miliar menjadi bagian pemerintah pusat, sedangkan 80 persen sisanya atau sekitar Rp 100 miliar kembali ke Kalimantan Selatan.

Akan tetapi, karena masih menggunakan aturan lama, dana bagi hasil yang akan diterima Kalsel sekitar Rp 53 miliar. Adapun Rp 47 miliar lainnya berada di Menteri Keuangan.

Pembagian yang dilakukan pemerintah didasarkan pada surat Menteri Keuangan Nomor 129/ KMK.017/1999 tentang Tata Cara Bagi Hasil Pertambangan. �Peraturan menteri yang dibuat seharusnya menyesuaikan undang-undang yang baru,� ujar Sukardi.

Evaluasi menyeluruh

Menyinggung soal penertiban tambang ilegal, Sukardi menegaskan, dalam waktu dekat seluruh kegiatan penambangan batu bara di daerah akan dievaluasi secara menyeluruh. Kegiatan ini dilakukan setelah turun Instruksi Presiden untuk pemberantasan pertambangan ilegal di Kalsel.

Evaluasi itu dilakukan mulai dari proses mereka mendapatkan kawasan penambangan, perizinan yang didapatkan, prosedur pembukaan tambang, analisis dampak lingkungan, lokasi penambangan hingga aktivitas penambangan.

Jika penambangan-penambangan itu tidak memenuhi syarat dan jelas-jelas merugikan negara, maka tambang-tambang itu langsung ditutup dan diproses hukum lebih lanjut, tegasnya.

Menurut Sukardi, saat ini di Kalsel ada 11 perusahaan pertambangan skala besar pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara dengan produksi mencapai 43 juta ton per tahun. Selain itu, ada perusahaan pertambangan skala kecil yang izin kuasa pertambangannya dikeluarkan bupati, dan banyak yang tanpa izin. (ful)

sumber: