Kabupaten/Kota Harus Punya Penyidik Lingkungan

Kabupaten/Kota Harus Punya Penyidik Lingkungan

Suara Pembaruan, 3 Januari 2006

 

JAKARTA - Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) akan menambah jumlah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) lingkungan sebanyak 260 orang pada tahun 2006. Jumlah itu akan membuat jumlah PPNS lingkungan menjadi 484 orang.

Jumlah PPNS itu disesuaikan dengan jumlah kabupaten kota di Indonesia, sehingga minimal dalam satu kabupaten/kota di Indonesia terdapat satu PPNS. Jumlah ini masih jauh dari kebutuhan ideal wilayah yang harus ditangani oleh PPNS.

Rencananya, PPNS akan diberikan wewenang yang lebih luas, seperti dapat melakukan penangkapan terhadap orang atau korporasi yang diduga melakukan pelanggaran pengelolaan lingkungan, sehingga penegakan peraturan pengelolaan lingkungan di setiap daerah dapat dilakukan secara maksimal.

Hal tersebut dikemukakan Deputi Menteri Negara KLH Bidang Pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan Kapasitas KLH Isa Karmisa Ardiputra dalam acara Diklat Peningkatan Kualitas PPNS di Pusat Pendidikan Reserse Kriminal Polri, pekan lalu. Menurutnya, sejak 1998 sampai 2005, jumlah PPNS lingkungan di seluruh Indonesia tercatat hanya sebanyak 224 orang saja dengan rata-rata pertambahan 30 orang per tahun.

Jumlah ini dirasakan sangat kurang sekali jika dibandingkan dengan luasan wilayah Nusantara yang harus dijaga dari perusakan lingkungan. Apalagi, sering kali di lapangan PPNS lingkungan masih menemui sejumlah kendala, seperti birokrasi dan sebagainya.

Untuk itu, perlu ada penambahan kuantitas dan kualitas PPNS lingkungan yang bertugas di setiap daerah. Rencananya tambahan itu berasal dari Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) di daerah-daerah.

Sampai saat ini, lanjut Isa, PPNS lingkungan di daerah hanya memiliki kewenangan mengumpulkan data dan bukti atas dugaan terjadinya pelanggaran perundang-undangan pengelolaan lingkungan hidup, terutama dalam kasus pencemaran dan perusakan lingkungan.

Bukti-bukti yang dikumpulkan oleh PPNS lingkungan ini seterusnya diserahkan ke polisi sebagai instansi yang berwenang menangkap dan menindaklanjuti tersangka yang diduga melakukan pelanggaran undang-undang. Selanjutnya, polisi akan meneruskannya kepada jaksa penuntut umum untuk diajukan ke pengadilan.

Dalam proses tersebut, sering kali antara PPNS dan petugas kepolisian tidak memiliki pemahaman yang sama, sehingga sering kali kasus-kasus perusakan lingkungan tidak masuk ke pengadilan. Misalnya, kasus pencemaran minyak di Kepulauan Seribu, Jakarta, yang hingga kini tidak pernah masuk dalam proses pengadilan.

PPNS yang bertugas menyatakan bahwa ada tersangka dalam pencemaran itu berdasarkan bukti yang mereka miliki, sementara pihak polisi dari Polda Metro Jaya berpendapat bahwa bukti yang dimiliki tidak kuat, sehingga tidak dapat diajukan untuk proses selanjutnya.

"Pendidikan dan latihan yang diberikan kepada PPNS lingkungan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas petugas di lapangan, terutama dalam teknik penyidikan dan strategi pengumpulan bukti untuk diajukan ke pengadilan," ujar Isa.

sumber: