Jika tak diizinkan menambang Inco siap gugat pemerintah ke arbitrase internasional

 

JAKARTA (Bisnis, 2 April 2004): PT Inco Tbk akan menggunakan klausul gugatan arbitrase internasional yang tertuang dalam kontrak karya, jika perusahaan itu tidak termasuk dalam daftar 13 perusahaan tambang yang diizinkan melanjutkan kegiatan operasional di hutan lindung, kata eksekutifnya.

"Jika PT Inco nantinya tidak termasuk dalam daftar 13 perusahaan yang diizinkan melanjutkan kegiatan operasional, maka kami akan menyelesaikannya melalui klausul penyelesaian konflik yang sudah tercantum dalam kontrak. Ya...bisa jadi arbitrase," tutur Presdir PT International Nickel Indonesia Bing R. Tobing.

Dia mengemukakan hal itu seusai mengikuti Rapat Umum Tahunan Pemegang Saham perusahaan itu di Jakarta, kemarin. Inco sendiri sudah mempunyai kontrak karya yang ditandatangani sejak 1968.

Sebelumnya, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No. 1/2004 yang mengamandemen salah satu pasal di UU No. 41/1999 tentang Kehutanan.

Menurut pemerintah, ada 13 kontrak karya (KK) dari 22 KK diajukan, akan diprioritaskan untuk diberikan izin pengelolaan tambang karena telah memiliki cadangan yang jelas dan memenuhi syarat secara ekonomi. Sedangkan sembilan KK sisanya, tidak diberikan izin untuk melanjutkan aktivitas pertambangan di hutan lindung.

Sembilan perusahaan yang gagal melanjutkan proyek pertambangan menyusul dikeluarkannya Perpu No. 1/2004, menurut Indonesia Mining Association (IMA) disebut-sebut akan menggugat Pemerintah Indonesia ke lembaga arbitrase internasional. (Bisnis, 19 Maret)

Menurut Bing, penyelesaian konflik melalui arbitrase internasional tidak menyalahi aturan karena sudah sesuai dan tercantum dalam klausul kontrak karya. "Namun demikian, sedapat mungkin kami akan menempuh cara lain sebelum menggunakan klausul itu."

Dia menambahkan PT Inco sudah memperoleh izin beroperasi di hutan lindung sebelum UU No. 41/1999 diundangkan.

Bing menginformasikan baru-baru ini anggota DPR sudah melakukan kunjungan ke lahan tambang milik PT Inco. Dari hasil kunjungan tersebut, katanya, anggota dewan puas dengan kegiatan penambangan PT Inco.

Presdir PT Inco itu menjelaskan perusahaan sudah mempunyai program penghijauan kembali daerah yang sudah ditambang. Selain itu, tim dari perusahaan juga berupaya untuk mengatasi limbah cair dan emisi debu.

Program pengembangan masyarakat, katanya, pada 2003 mencapai US$1,5 juta. Hal ini, katanya, salah satu bukti bahwa perusahaan tidak melupakan masalah lingkungan.

Tingkatkan produksi

Dalam kesempatan itu, Bing mengemukakan pada tahun ini perusahaan akan meningkatkan produksi nikel mencapai 160 juta pon, dari tahun sebelumnya sebesar 155 juta pon.

Menurut dia, peningkatan produksi tersebut dikarenakan harga nikel di pasar internasional meningkat. "Harga nikel pada akhir 2003 ditutup pada kisaran US$7,55 per pon. Selain itu, permintaan dunia mencapai 1,25 juta ton."

Hal ini, katanya, merupakan kesempatan bagi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan yang signifikan.

Bing menjelaskan persiapan perusahaan untuk peningkatan produksi nikel tersebut dilakukan dengan membuka lahan baru di Petea sebelah timur Danau Matano pada akhir 2004. "Investasi yang ditanamkan untuk pembukaan lahan baru ini mencapai US$11,8 juta."

Selain itu, katanya, saat ini sedang dilakukan eksplorasi di wilayah lainnya yakni di Mahalona yang lebih dekat dengan pabrik nikel PT Inco. Menurut dia, jika memang terbukti lahan di Mahalona mempunyai cadangan yang signifikan, maka akan dilakukan eksploitasi di wilayah tersebut

sumber: