Jatim siap perbaiki perda bermasalah

SURABAYA (Bisnis): Gubernur Jatim Imam Utomo menegaskan, pihaknya akan memperbaiki perda yang dinilai merugikan pengusaha, sekaligus sebagai upaya maksimal mencegah agar perusahaan-perusahaan tidak hengkang dari provinsinya.

"Jika ada perusahaan yang ingin hengkang dari Jatim, kami akan mencegah agar hal tersebut jangan sampai dilakukan," katanya seusai bertemu dengan delegasi Komisi IX DPR RI yang berkunjung ke provinsi Jatim kemarin.

Dia mengakui saat ini ada beberapa masalah yang memacu hengkang dan tutupnya 14 perusahaan dari kawasan industri yang dikelola PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER).

Dalam menyikapi kasus tersebut, Imam telah mengirim tim untuk bertemu dengan manajemen PT SIER guna mengetahui permasalahan yang sesungguhnya terjadi.

"Saya kira kejadiannya tidak demikian. Tapi kalau pun memang begitu, kita akan berupaya mencegah agar perusahaan (bersangkutan) tidak sampai hengkang," katanya.

Gubernur mengatakan sesuai perda yang berlaku, perusahaan yang berniat hengkang diharuskan mengemukakan persoalan yang dihadapinya kepada pemprov.

Tiga alasan

Cipto Budiono, Kepala Disperindag Jatim secara terpisah mengatakan ada tiga alasan yang bisa memicu hengkangnya beberapa perusahaan dari PT SIER.

Ketiga alasan itu adalah, pertama perusahaan yang hengkang sudah mampu mendirikan pabrik sendiri, kedua susahnya akses bahan baku ke dalam kota, dan ketiga karena tidak mampu bersaing dengan produk impor.

Cipto menjelaskan tidak semua perusahaan hengkang dari kawasan SIER. Pemberitaan sebelumnya menyatakan 14 pabrik hengkang dari SIER.

Dalam pembicaraannya dengan pihak manajerial PT SIER, lanjut Cipto hanya ada enam pabrik yang telah ditutup dan berpindah ke luar kawasan.

Sedangkan dua pabrik lainnya, hanya mengurangi sewa kapling karena harus mengurangi kapasitas produksi.

Tiga pabrik dari enam perusahaan yang telah ditutup tersebut, pindah dari kawasan industri SIER dengan alasan telah mempunyai pabrik sendiri di tempat lain.

Sementara itu tiga perusahaan lainnya pindah karena kesulitan bahan baku dan akses ke dalam kota yang cukup sulit.

"Contohnya perusahaan kayu. Mengingat susahnya bahan baku kayu saat ini, kemudian susahnya akses bahan baku ke dalam kota, membuat perusahaan harus memindahkan pabriknya keluar dari kawasan. Dengan cara ini, perusahaan bisa menghemat biaya produksi," katanya.

Cipto menilai tutup dan hengkangnya pabrik dari sebuah kawasan industri adalah perkembangan yang wajar. Kondisi seperti ini bahkan telah terjadi sejak tiga tahun yang lalu.

Bahkan, meski terdapat enam perusahaan yang hengkang dari SIER, ada empat perusahaan baru yang masuk untuk mengisi bagian pabrik siap pakai (BPSP) yang disewakan oleh kawasan itu.

Empat pabrik baru itu dibiayai investasi dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA), yang bergerak di industri cold storage, kimia, dan elektrik.

sumber: