Janji Pemerintah Kepada Warga Buyat Belum Terealisasi

Janji Pemerintah Kepada Warga Buyat Belum Terealisasi

JAKARTA--MIOL: Janji pemerintah untuk memulihkan kesejahteraan warga Buyat Pante, Sulawesi Utara yang menjadi korban pembuangan tailing PT. Newmont Minahasa Raya (NMR) hingga kini belum terealisasi. Diduga hal ini terjadi karena terdapat korupsi bantuan di pihak Pemerintah Daerah.

"Janji pemerintah belum terbukti. Mulai dari bantuan obat-obatan, ambulans, pengadaan air bersih, hingga penyediaan tempat tinggal hingga kini belum terbukti. Mereka memberikan otorisasi kepada Pemerintah Daerah

yang malah membuat bantuan tidak sampai," kata relawan dari Komite Kemanusiaan Teluk Buyat (KKTB), Muliadi Mokodompit di Jakarta, Selasa (23/8).

Menurut dia, sejak Juni 2005 para warga korban pencemaran Teluk Buyat direlokasi ke Desa Duminanga, Kecamatan Bolaang Uki, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulut yang berjarak 200 meter dari pemukiman asal mereka.

Saat ini 66 Kepala Keluarga (KK) bermukim di barak, yang memiliki luas 3x3 meter untuk tiap keluarga. Status tanah seluas 3000 meter persegi tempat pendirian barak itu sendiri merupakan lahan sewaan dari warga

setempat yang akan habis masa sewanya per 25 September 2005.

Rencananya, mereka akan dipindahkan ke hunian tetap yang jaraknya tidak terlalu jauh dari lokasi barak sementara itu, untuk membentuk desa baru di atas lahan seluas 1,5 ha seharga Rp34 juta yang pengadaannya berasal dari donasi berbagai lembaga swadaya masyarakat.

"Status warga korban Buyat itu masih tidak jelas karena di lahan yang rencananya menjadi pemukiman tetap mereka hingga kini belum ada bangunan untuk rumah mereka," kata Muliadi lagi.

Ia mengkalkulasi, untuk membangun satu rumah sederhana tipe 45 dibutuhkan dana Rp10 juta dan menurut dia, hal itu bisa diatasi dengan

anggaran pemulihan Warga Korban Teluk Buyat yang dicanangkan dalam APBN-P (revisi) senilai Rp8 miliar.

Selain masalah pengadaan tempat tinggal, berbagai lembaga yang tergabung dalam advokasi Korban Teluk Buyat seperti Mer-C, Jatam, Walhi, ICEL, LBH Jakarta dan Tapal juga melihat masalah kesehatan serta perekonomian warga Buyat belum tersentuh oleh pemerintah.

"Menteri Kesehatan Siti Faadilah Supari menjanjikan bantuan obat-obatan, pengadaan air bersih dan ambulans, yang terlaksana baru

pemberian obat-obatan dalam jumlah kecil. Sementara pipa untuk air dan ambulans yang disebut-sebut sudah ada di Manado hingga kini tidak muncul juga di wilayah relokasi warga," kata dr. Zakiah dari Mer-C yang merupakan lembaga sosial medis independen.

Tujuh lembaga itu menuntut dan mendesak pemerintah untuk bertanggungjawab terhadap kelanjutan kehidupan masyarakat Korban Teluk

Buyat karena berbagai upaya yang dilakukan baik warga maupun tim advokasi melalui audiensi dengan sejumlah pejabat menteri dan wakil rakyat belum membuahkan hasil nyata di lapangan.

Di lokasi baru itu, para warga tersebut kembali bekerja sebagai nelayan dengan perahu bawaan dari Teluk Buyat yang memiliki daya jelajah terbatas, menurut Zakiah, pemerintah dapat memfasilitasi dengan bantuan perahu yang lebih besar dan berdaya jelajah lebih jauh untuk meningkatkan pendapatan mereka dari penangkapan ikan.

"Kami melakukan kegiatan kemanusiaan di Buyat ini untuk membantu, bukan mengatasi. Pemerintah telah membentuk Tim Nasional untuk kasus ini. Pemerintah jangan hanya pandai membuat janji-janji namun tidak diwujudkan," kata Siti Maimunah dari Jatam.

Ia menambahkan, masalah pencemaran Teluk Buyat yang memakan korban merupakan bukti pemerintah tidak mampu menyelesaikan masalah akibat pertambangan sehingga sepatutnya pertambangan ditetapkan sebagai hal terakhir dalam daftar sumber investasi (nasional maupun asing) di Indonesia. (Ant/OL-06)

sumber: