Jakarta Bisa Tenggelam
16 September lalu, warga Jakarta dihentakkan peristiwa ambrolnya jalan RE Martadinata, Jakarta Utara, sepanjang 103 meter dengan kedalaman 7 meter. Terdapat sejumlah penjelasan teknis tentang ambrolnya jalan tersebut mulai dari erosi air tanah, konstruksi yang tergerus oleh gempuran air laut, sampai ke usia jalan yang sudah 10 tahun di sebut sebagai biang keladinya. Namun fenomena tersebut seolah mengingatkan bahwa ke-depan terdapat ancaman bahwa Jakarta Utara bisa tenggelam! Kapan tenggelamnya? Diperkirakan pada 2030 atau 20 tahun mendatang. Memang masih lama dan baru sekadar prediksi, namun bukan berarti harus dibiarkan begitu saja. Di daerah tersebut sudah 40 persen perumahan berada di bawah permukaan laut. Selain itu ada pula kiriman air dari arah selatan Jakarta.
Tentang eksploitasi air tanah yang mengakibatkan penurunan muka air tanah. Jakarta boleh dikata terbebani oleh penyedotan air tanah yang luar biasa sementara pengisian kembali (re-charge) ke-dalam bumi hanya sedikti, sebab banyak air yang dicurahkan dari hujan sepanjang tahun terus menggelontor, bahkan menjadi banjir.
Di masa lalu Jakarta dikenal dengan sebutan "Queen of the East", yang ditunjukkan dengan perumahan colonial, jalanan yang penuh pohonan tropis, jaringan kanal, dll. Saat ini Jakarta dipenuhi oleh gedung pencakar langit diselingi dengan daerah kumuh miskin, serta berbagai permasalahan seperti kemacetan lalu lintas yang luar biasa, polusi udara, dan pengangguran. Seorang ahli Meteorologi dari ITB, Arni Susandi, mengatakan bahwa dampak perubahan iklim bagi Indonesia khususnya Jakarta adalah 0,87 cm per year lebih tinggi dari rata-rata peningkatan muka laut 0,5 cm per tahun sampai 2080.
Jakarta adalah salah satu megacity yang paling cepat pertumbuhannya di Asia, namun beberapa ahli menduga bahwa sebagian Jakarta akan tenggelam tahun 2025-30. Alasannya? Tidak adanya pengawasan dan pengecekan yang baik atas air tanah di Jakarta. Menurut Almud Weitz dari World Bank Water and Sanitation Program dalam wawancara dengan Reuter “ Yang terjadi seperti keju Swiss, orang terus menggali semakin dalam dan dalam sehingga kota sedikit demi sedikit menurun permukaannya, itu juga sebabnya bahwa banyak wilayah pemukiman miskin di pantai yang sering terlanda banjir”. Hal ini bila ditambah dengan curah hujan yang tinggi telah terbukti menjadikan Jakarta sebagai kolam raksasa terbesar di dunia.
Jakarta adalah kota yang amat padat penduduknya, namun para ahli mengatakan bahwa Jakarta adalah salah satu kota yang memiliki jaringan pipa air bersih yang sangat tidak memadai dan buruk, sehingga memaksa banyak penduduk dan gedung pencakar langit yang terus menyedot air tanah untuk kebutuhannya.
Diperkirakan bahwa Jakarta memiliki deficit air tanah sebesar 36 juta meter kubik per tahun, dimana banyak potensi air tanah yang telah terkontaminasi oleh kegiatan MCK antara lain dari akibat kebocoran septic tank. Jakarta diperkirakan menjadi salah satu kota yang rentan terhadap kenaikan muka laut perubahan iklim.
Pada masa lalu, Pemerintah Kolonial Belanda telah membuat 13 sudetan sungai dan banyak kanal yang saat ini sebagian rusak oleh banjir dan limpahan air laut. Studi oleh konsultan Belanda menunjukan bahwa tahun 2025 Jakarta akan turun sekitar 40 sampai 60 cm bila tidak ada tindakan apa-apa terhadap kondisi saat ini. Tapi pada beberapa titik di pinggir laut bahkan saat ini diberitakan ada yang turun sampai 20 cm per tahun. Beberapa waktu yang lalu bandara Internasional Sukarno-Hatta beberapa kali ditutup beberapa saat akibat jalan tidak bisa dilalui akinat banjir besar pada jalanan. Ini juga diperkirakan sebagai dampak dari besarnya pnyedotan air tanah.
Beberapa hal yang harus dilakukan Jakarta adalah: pertama, pembatasan penggunaan air tanah, khususnya yang digunakan di hotel-hotel, restoran dan perkantoran. Ke-dua, perbaikan sistem pipa air bersih ntuk menjangkau sebanyak mungkin wilayah. Ke-tiga, perbaikan kanal-kanal untuk pencegahan banjir termasuk sampah-sampah yang mengotori sungai dan kanal tersebut. Ke-empat pembuatan sumur resapan secara besar-besaran.
(edpraso)
sumber: