Investasi panas bumi belum dapat insentif
Investasi panas bumi belum dapat insentif
Bisnis, 14 September 2005
ÂÂ
GARUT: Pemerintah hingga kini belum memberikan insentif terhadap investasi di bidang pengelolaan sumber energi panas bumi yang tingkat pengembalian modalnya lama dan padat modal.
Akibatnya, pengembangan pemanfaatan sumber energi terbarukan itu belum dilakukan secara optimal.
General Manager PT Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Kamojang, Yuddy Setyo Wicaksono, mengatakan pihaknya sampai saat ini baru mengelola 140 megawatt (MW) dari 300 MW potensi energi panas bumi yang ada di Kamojang. "Niat mengembangkan pengelolaan sumber panas bumi itu terhambat oleh masalah dana yang dimiliki perusahaan," katanya dalam pertemuan dengan peserta media trip WWF-Indonesia dan Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi, akhir pekan lalu.
Di samping itu, Yuddy mengatakan hal tersebut terjadi karena pemerintah tidak memberi insentif yang layak terhadap bisnis pengelolaan sumber energi panas bumi.
Menurut dia, harga pokok produksi (HPP) gas atau uap panas bumi yang disesuaikan dengan harga bahan bakar minyak (BBM) dunia menyebabkan harga jual kurang menguntungkan.
Dia menegaskan HPP sangat tergantung dengan nilai tukar dolar AS, sementara produsen energi panas bumi diharuskan menjual listrik dengan harga yang ditetapkan pemerintah.
Karena itu, PT Indonesia Power meminta agar pemerintah meninjau kembali kebijakan penetapan harga jual listrik yang sesuai dengan perkembangan harga BBM.
Seandainya pemerintah bisa memberi insentif yang bagus terhadap perusahaan pengelola sumber energi terbarukan khususnya panas bumi, Yuddy optimistis akan banyak investor yang tertarik menanamkan modalnya di bisnis padat modal dan tingkat pengembalian investasi yang lama.
Sementara itu, Nenny Sri Utami, Staf Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bidang Ekonomi, mengungkapkan pihaknya tengah berupaya untuk mengkaji penyusunan UU dan peraturan pemerintah agar dapat mendukung pengelolaan panas bumi.
"Hingga sekarang banyak potensi sumber panas bumi yang belum dimanfaatkan optimal sehingga upaya untuk mengatasi krisis energi listrik, minyak dan gas masih sulit dilakukan," ujarnya di sela-sela seminar Kimia Energi 2005 di
Oleh karena itu, diharapkan setelah UU dan PP baru dapat diterbitkan mampu memberikan intensifikasi penggunaan sumber energi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sekaligus mengatasi krisis energi.
sumber: