Institut Minamata Simpulkan tidak Ada Keracunan di Buyat
JAKARTA (Media): Hasil pemeriksaan sampel rambut penduduk Buyat Pante, Sulawesi Utara (Sulut), yang dilakukan laboratorium National Institute for Minamata Disease Jepang, tidak cukup untuk menimbulkan keracunan (intoksikasi). Gejala sakit yang dialami warga Buyat disimpulkan bukan akibat keracunan merkuri.
Umar Fahmi Achmadi, Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (PPM dan PL) Departemen Kesehatan (Depkes) mengatakan hal itu dalam rilisnya yang dikirim kepada Media di Jakarta, kemarin.
Umar menjelaskan bahwa Dr Mineshi Sakamoto PhD, ahli penyakit Minamata Jepang, menyatakan bahwa total konsentrasi merkurium dan merkuri yang terdapat di desa-desa Teluk Buyat dan Totok, Minahasa Selatan, Sulut, tidak cukup untuk menimbulkan keracunan (intoksikasi).
Jadi, hasil pemeriksaan terhadap gejala kesakitan yang dialami penduduk tersebut, bukan gejala akibat keracunan merkurium.
Lebih lanjut Umar menambahkan bahwa hasil pemeriksaan terhadap sampel rambut warga Teluk Buyat dan Teluk Totok, menunjukkan kandungan merkuriumnya 2,65 mikrogram per gram (u/mg) atau sekitar 1/20 dari standar yang ditetapkan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia).
Maka dari kandungan merkurium itu menunjukkan, indikasi normal pada tubuh manusia dan tidak akan menimbulkan keracunan. Namun, menurut Umar, meskipun tingkat kandungan dan konsentrasi merkuri serta logam berat lainnya pada sampel biomarker masih rendah dan belum cukup untuk menimbulkan keracunan, tetap dilalukan antisipasi.
Depkes melaporkan bahwa Sakamoto berada di Indonesia selama 10 hari dari 5-15 Agustus 2004. Selama melakukan penyelidikannya di desa-desa Teluk Buyat dan Totok dari 8-11 Agustus 2004, Sakamoto didampingi Jan Speets, WHO Senior Environment Jakarta, Dr Alexander Von Hildebrant, Promotion of Chemical Safety WHO South East Asia Region, Dr Wan Al Kadri, Direktur Penyehatan Lingkungan, Untung Suseno, Direktur Pelayanan Medik dan Gigi Dasar Suprianto, dan para ahli kesehatan lingkungan Depkes.
Selama melakukan penyelidikan di desa Teluk Buyat dan Teluk Totok, Dr Sakamoto telah mengambil beberapa sampel antara lain rambut, air, dan ikan yang selanjutnya diperiksa di laboratorium di Jepang.
Namun, menurut Umar, meskipun tingkat kandungan dan konsentrasi
merkuri serta logam berat lainnya pada sampel biomarker masih rendah dan belum cukup menimbulkan keracunan, tetap dilakukan antisipasi.
Antisipasi untuk mencegah kemungkinan timbulnya dampak kesehatan lebih lanjut, Depkes telah mengambil beberapa langkah. Pertama, melakukan audit kesehatan pada penduduk yang tinggal di sekitar Teluk Totok dan Teluk Buyat, serta menyiapkan sarana dan fasilitas kesehatan untuk melakukan upaya pencegahan, pengobatan, dan perawatan, bila diperlukan dalam koordinasi pemerintah daerah setempat.
Kedua, melakukan analisis dampak lingkungan dalam kerangka studi amdal (studi mengenai dampak lingkungan) terhadap kegiatan pertambangan secara komprehensif, baik yang dilakukan oleh industri besar maupun yang diusahakan oleh masyarakat (small scale industry) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
Sementara itu, Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Siti Maimunah pada jumpa pers di Jakarta beberapa waktu lalu mengatakan, pelayanan kesehatan yang dijanjikan pemerintah tidak sesuai harapan.
Memang, di sana telah berdiri pos kesehatan tetapi masyarakat tidak mendapatkan pelayanan yang diharapkan. Dokter datang sekitar pukul 10.30 waktu setempat, dan meninggalkan pos kesehatan sekitar pukul 13.00 waktu setempat.
Padahal biasanya masyarakat mengalami kambuh penyakit mulai sore hingga pagi hari. Mobil ambulans yang disiapkan selama 24 jam juga tidak ada dan persediaan obat juga sangat terbatas.
Pemerintah tidak serius menangani kesehatan warga seputar penambangan. Pendirian pos kesehatan hanya dijadikan kampanye pemerintah bahwa pemerintah sudah menangani kasus Buyat dengan baik, jelas Siti.
Kasus pencemaran di Teluk Buyat sempat menghebohkan, berdasarkan laporan LSM dan kemudian dimuat di media massa, tailing PT Newmont Minahasa Raya (NMR) telah mencemari Teluk Buyat. Akibatnya, kini rakyat di sekitar kawasan itu menderita berbagai penyakit.