Industri Pertambangan Terancam Bangkrut
Industri Pertambangan Terancam Bangkrut
Kompas, 23 Januari 2006
ÂÂ
Kondisi tersebut menjadi sorotan Kantor Akuntan Publik PricewaterhouseCoopers (PwC) saat peluncuran Tinjauan Kecenderungan Industri Pertambangan Indonesia Tahun 2005 di
Dalam laporannya, PwC mengindikasikan ada tujuh masalah yang diindikasikan masih menghambat industri pertambangan, yaitu kepastian sistem kontrak karya, perbaikan sistem perpajakan dan royalti, penyelesaian konflik kepentingan tambang dengan peraturan kehutanan, penambangan tanpa izin, tumpang tindih peraturan pusat dan daerah, keadilan dalam divestasi kepemilikan asing, serta beda penafsiran atas peraturan.
Ketua Asosiasi Pertambangan Indonesia Jeffrey Mulyono mengatakan, indikasi sederhana bahwa industri pertambangan
Jadi sementara harga komoditasnya bagus, tetapi investasi di sektor eksplorasi selama tiga tahun terakhir ini hampir tak ada, ujar Jeffrey.
Padahal, jumlah pendapatan pemerintah dari sektor pertambangan tahun 2003-2004 mengalami kenaikan dari 1,169 miliar dollar AS menjadi 1,66 miliar dollar AS (naik 42 persen).
Penasihat Teknis PwC, Ray Headifen, menyampaikan upaya menarik perusahaan tambang asing untuk menanamkan investasi di sektor eksplorasi terkait erat dengan masalah kepastian hukum atas aktivitas pertambangan.
Itu sebabnya, dari tujuh prioritas masalah yang perlu dilakukan agar investasi di sektor pertambangan lebih baik, PwC menempatkan perlunya kepastian jangka panjang atas sistem kontrak karya di urutan teratas. Salah satu hal yang menjadi sorotan adalah RUU Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang sedang dalam pembahasan di legislatif. Kalangan investor khawatir atas draf RUU Minerba yang mengganti sistem kontrak karya dengan izin usaha pertambangan.
Apabila selama ini perusahaan pertambangan mengikat kontrak karya dengan pemerintah pusat sebelum melakukan kegiatan penambangan, dalam RUU Minerba izin kegiatan pertambangan dapat dikeluarkan oleh pemerintah daerah.
Masalah peralihan dari kontrak karya ke izin yang dikeluarkan pemerintah setempat ini dapat membuat investor menarik kembali rencana investasi mereka. Kontrak memberi kepastian lebih karena semua hal yang terkait dengan rencana investasi sudah tercantum jelas, sedangkan jika hanya izin, sewaktu-waktu bias terjadi perubahan yang dapat mengancam investasi, kata Headifen.
sumber: