Industri Pertambangan Kian Menyusut

Jakarta, Kompas - Indonesia diperkirakan hanya akan mampu menarik tak sampai 1 persen dari belanja investasi global di proyek-proyek eksplorasi pertambangan baru pada tahun 2005. Penyebabnya, iklim investasi di Indonesia dinilai masih sangat buruk sehingga investor tidak mau masuk. Demikian hasil survei yang dilakukan oleh PriceWaterhouseCoopers (PwC), Kamis (27/1).

"Jika tidak ada perubahan positif, industri pertambangan Indonesia bisa semakin menciut dalam 15 tahun mendatang, karena cadangan yang ada sekarang ini sudah semakin menipis dan belum ada gantinya," ujar Marc Upcroft, seorang partner di PwC Mining Practice, pada acara peluncuran laporan hasil survei tersebut.

Ia mengungkapkan, kendati perusahaan-perusahaan tambang global melihat wilayah pertambangan Indonesia sangat prospektif, mereka belum bersedia meningkatkan kegiatan eksplorasi sebelum kondisi investasi di Indonesia benar-benar membaik.

Menurut survei tersebut, tahun 2003, dana yang dibelanjakan untuk kegiatan eksplorasi di Indonesia hanya 7 juta dollar AS, atau nyaris tak berubah dibandingkan tahun 2002. Sebagai perbandingan, total dana yang dikeluarkan perusahaan-perusahaan tambang dunia untuk kegiatan eksplorasi baru secara global naik dari 2,05 miliar dollar AS menjadi 2,19 miliar dollar AS selama periode sama. Pemicu utama kenaikan investasi di proyek eksplorasi baru ini adalah adanya lonjakan harga mineral di pasar dunia.

Survei ini tidak mengungkapkan angka investasi di kegiatan eksplorasi di Indonesia selama tahun 2004. Hanya lima dari 30 perusahaan tambang terbesar dunia yang terdaftar di bursa saham (listed) dan beroperasi secara global, yang sekarang ini memiliki kegiatan operasi di Indonesia. Dari lima perusahaan itu, tidak semuanya memiliki proyek yang masih berjalan.

Para investor tetap menjauh dari Indonesia sejak krisis finansial tahun 1997, terutama karena ketidakpastian menyangkut regulasi, kondisi infrastruktur yang buruk, serta sistem peradilan lokal yang tidak ramah. Indonesia mencatat penurunan angka persetujuan penanaman modal asing (PMA) hingga 26 persen tahun lalu, menjadi 10,3 miliar dollar AS.

Upcroft mengatakan, investasi di pertambangan baru dan perluasan kapasitas akan tetap rendah pada tahun ini, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. "Namun, jika iklim investasi di sektor pertambangan membaik, Indonesia berpotensi menjadi negara tambang kelas dunia," ujar Upcroft.

Untuk produksi, Upcroft mengatakan Indonesia akan terus mengalami tren kenaikan pada tahun 2005. Namun, kenaikan produksi pertambangan itu terutama berasal dari tambang- tambang lama, dan bukan tambang-tambang baru. Untuk batu bara, produksi Indonesia tahun 2003 tercatat 114,5 juta ton batu bara, meningkat dari 103,4 juta ton tahun 2002.

Untuk emas, produksi naik sedikit menjadi 4,39 juta troy ounces tahun 2003 dari 4,33 juta troy ounces tahun 2002. Sementara produksi timah turun menjadi 65.000 ton tahun 2003 dari 67.000 ton tahun 2002. Penerimaan dari sektor pertambangan tercatat 6,09 miliar dollar AS tahun 2003, naik dari 5,17 miliar dollar AS tahun 2002. Kenaikan penerimaan ini terutama akibat kenaikan harga mineral. Untuk 2004, data belum tersedia.

sumber: