BOGOR--MIOL: Walaupun lahan gambut sejuta hektar pada era Orde Baru (Orba) telah gagal, namun lahan gambut Indonesia adalah terluas keempat di dunia setelah Kanada, Rusia, dan Amerika Serikat (AS). "Malahan, Indonesia memiliki lahan gambut yang tertua dan terdalam yakni di Danau Sentarum Kalimantan Barat," kata Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (Fahutan IPB), Prof Dr Ir Cecep Kusmana di Bogor, Minggu (18/9). Ia menambahkan, luas lahan gambut di seluruh Indonesia saat ini ada 17 juta hektar dan yang berpotensi untuk dapat ditanami tumbuhan yang cocok pada lahan semacam itu terdapat 13 juta hektar. Dengan kondisi banyaknya lahan gambut yang rusak saat ini, katanya, maka IPB akan mencoba membantu pemerintah dalam merehabilitasi kerusakan lahan gambut dimaksud. Sebagai langkah awal, kata dia, pekan lalu IPB telah menyelenggarakan Seminar Nasional "Pembangunan Hutan Tanaman Industri Di Lahan Gambut: Tantangan dan Realitas" yang telah dibuka langsung oleh Menteri Kehutanan(Menhut) MS Kaban. Untuk menunjang pelaksaaan rehabilitasi hutan gambut tersebut, katanya, IPB telah mempersiapkan laboratorium silvikultur untuk melakukan kajian dan penelitian guna mencari konsep untuk memperbaiki kerusakan lahan gambut di berbagai daerah di Tanah Air. "Kami juga membantu dalam tataran praktis dan teknis baik pengadaan benih maupun tenaga peneliti," kata Cecep Kusmana. Menurut Menhut, kerusakan lahan gambut telah mengancam ekosistem lingkungan. Karena itu, upaya yang sedang digulirkan pemerintah adalah mencoba menanam kembali dengan tanaman industri atau tanaman yang bisa bertahan hidup dalam keasaman tinggi. "Alternatif tanaman tersebut seperti Ramin, Madang, Geronggang dan sebagainya," katanya. Sebelumnya, ia menyatakan bahwa program lahan sejuta gambut di Kalimantan yang pernah dicanangkan pada era Orba oleh Presiden (saat itu) Soeharto dinilai telah gagal dan menimbulkan masalah. "Paling tidak (dari kegagalan itu) perlu pertanggungjawaban tentang biaya-biaya yang pernah dikeluarkan dan saya kira sudah ada yang telah diproses (secara hukum). Kini, lahan sejuta gambut itu menjadi lahan kosong terbuka," katanya. Ia mengemukakan bahwa kondisi lahan gambut yang kosong itu, secara perlahan-lahan juga mulai dirambah masyarakat. Karena itu, ia menyambut positif inisiatif Departemen Silvikultur departemen baru di Fahutan IPB menggagas seminar mengenai lahan gambut itu, yang didorong untuk mencari solusi bagaimana untuk dapat memantapkan kembali dan memanfaatkan kembali lahan-lahan gambut yang ada di seluruh Indonesia. "Tentu saja, pemanfaatannya dengan tidak mengganggu ekosistemnya. Itu yang perlu dipertahankan. Jadi, kita manfaatkan, kelola dan berdayakan, tapi kemudian ekosistem gambutnya tetap terpelihara," katanya. Menurut dia, dari sisi kegunaan lahan gambut itu disebutnya "luar biasa", artinya sangat banyak sekali jasa dari keberadaan lahan gambut bagi ekosistem lingkungan hidup. "Cuma, banyak yang belum memahami karakter lahan gambut secara penuh," katanya. Ia memberi contoh orang yang menanam kelapa sawit di lahan gambut, dan kemudian ketika akan membersihkan dilakukan dengan melakukan pembakaran. "Itu kan kesalahan fatal, dan itu berisiko. Orang lupa setelah ditanam, api itu main di bawah, ini contoh saja," katanya. Pada musim hujan, katanya, fungsi lahan gambut yang semestinya dapat menyerap air, kemudian karena kondisinya rusak, fungsinya sebagai penahan tidak bisa berjalan. Satu gram gambut itu bisa menyerap tiga gram air," katanya. (Ant/OL-1) |