Indeks saham tambang turun

Indeks saham tambang turun

 

Bisnis, 3 Agustus 2005

 

JAKARTA: Kendati marak diperjualbelikan, namun sebagian saham pertambangan periode Juli cenderung melemah. Hal ini terlihat dari pergerakan indeks sektoral yang hingga akhir bulan kemarin masih bertengger di level 124,323 (29 Juli) atau turun 2,23% dibanding posisi sebelumnya di 127,155 (30 Juni).

Selain dipengaruhi sentimen harga minyak, kecenderungan pasar juga tidak terlepas dari posisi saham pertambangan selama kuartal kedua yang sudah naik signifikan.Valuasi saham yang cenderung overbought membuat pelaku pasar berhati-hati mengambil posisi.

Sementara harga minyak dunia yang melonjak di satu sisi memberi dampak yang merugikan bagi emiten pertambangan. Keuntungan perusahaan tahun ini diperkirakan menurun terutama ketika terjadi kenaikan pada beban produksi akibat meningkatnya harga BBM yang sejak awal Juli lalu telah disesuaikan melalui mekanisme pasar.

Beberapa saham pertambangan tercatat melemah selama Juli yakni Medco Energi International turun 15,23% ke posisi Rp 3200 (29 Juli), Citatah Industri Marmer loss 14,29% menjadi Rp 60, Energi Mega Persada terkoreksi 5,95% ditutup menjadi Rp 790, Timah turun 3,41% menjadi Rp 2125 dan Tambang Batubara Bukit Asam loss 1,26% menjadi Rp 1570.

Dalam jangka pendek investor cenderung mengamankan investasi dengan melakukan konsolidasi terhadap saham diatas. Indeks BEJ yang naik signifikan hingga mencatatkan rekor tertinggi baru menyulut investor lebih selektif.

Sebaliknya, pelaku pasar juga memanfaatkan momentum positif BEJ dengan membeli beberapa saham pertambangan. Sejumlah saham bergerak menguat seperti Apexindo Pratama Duta dengan kenaikan terbesar 22,03%, International Nickel menguat 6,01% menjadi Rp 15000 dan Aneka Tambang menguat 1,04% ke Rp 2425.

Berita individual positif maupun ekspektasi terhadap kinerja membuat investor optimis bertransaksi. Aktivitas tertinggi masih dibukukan Bumi Resources yang mampu diperjualbelikan sebesar Rp 671,781 miliar atau volumenya mencapai 8,057 juta unit. Maraknya perdagangan tidak terlepas dari beberapa faktor pendukung seperti menguatnya dolar, kenaikan harga batu bara dan volume penjualan.

sumber: