Indeks Saham Pertambangan Meningkat Pesat 183 Persen

Jakarta, Kompas, 15 Des.2003 - Indeks harga saham sektor pertambangan tahun ini mencatat rekor peningkatan paling tinggi, yakni 183 persen, dibandingkan dengan indeks saham sektoral lainnya di Bursa Efek Jakarta. Bahkan, indeks pertambangan jauh melampaui indeks yang berisi 45 saham terlikuid dan blue chips, Indeks LQ-45 yang hanya naik 55 persen, dan Indeks Harga Saham Gabungan sebesar 54 persen.

Tak satu pun indeks harga saham sektoral yang mengalami penurunan sepanjang tahun ini. Hanya sektor pertanian yang mencatat peningkatan paling rendah, yakni 24 persen. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sendiri mencatatkan posisi pada level tertinggi sejak tahun 1999 (lihat tabel).

Kinerja keuangan emiten pada tahun 2003 hanya sedikit naik dibandingkan dengan tahun 2002. Kenaikan indeks harga saham yang begitu bagus tidak didukung perbaikan kinerja keuangan emiten yang sebanding. Kenaikan laba bersih rata-rata emiten hanya enam persen. Peningkatan IHSG tahun ini, terutama lebih dipengaruhi kondisi pasar global dan regional yang membaik.

Pengamat pasar modal dari Sigma Research Institute, Jasso Winarto, menilai, kondisi itu menunjukkan bahwa perbaikan kinerja bursa sangat rawan dengan aksi ambil untung (profit taking). "Kalau kondisi global, terutama di Amerika Serikat, memang terjadi kenaikan-kenaikan spektakuler karena memang ada pertumbuhan ekonomi, suku bunga yang rendah, dan harapan untuk pemulihan ekonomi di tahun 2004 besar," katanya.

Jasso menilai, itu berarti investor bursa terlampau berlebihan dalam menilai saham-saham di . Kenaikan lebih disebabkan masuknya investor asing dalam jumlah besar ke Indonesia sejak bulan Juli. Sebelum Juli, menurut dia, porsi asing dalam transaksi harian hanya lima persen. Namun, setelah bulan Juli keterlibatan investor asing dalam transaksi harian telah meningkat 40-46 persen. "Dan mereka (investor asing) dalam posisi net buy (beli) terus-menerus," katanya.

Para investor asing tersebut masuk ke Indonesia dalam jumlah besar untuk membeli saham-saham unggulan, seperti Telkom, Indosat, Astra International, Gudang Garam, dan Sampoerna. "Ini membuat harga saham tersebut melonjak dan diikuti oleh saham-saham yang lain," katanya.

Saham induk KOS

Sementara itu, Bursa Efek Jakarta (BEJ) memilih saham industri rokok Sampoerna dan Gudang Garam menjadi saham induk untuk Kontrak Opsi Saham (KOS), menyusul Telkom dan Astra International. Dengan demikian, dari lima yang direncanakan ditransaksikan di BEJ mulai kuartal pertama 2004 tinggal satu saham induk lagi yang belum ditentukan. Dirut BEJ Erry Firmansyah di Ciloto, Sabtu (13/12), mengatakan, standar saham yang bisa menjadi saham induk KOS adalah telah tercatat di bursa minimal 12 bulan. Dalam transaksi setahun terakhir, saham itu harus diperdagangkan pada tiap hari bursa dengan frekuensi minimal 2.000 transaksi per bulan. Sementara rata-rata volatilitas harga per tahun disyaratkan minimal 10 persen dan harga saham minimal Rp 500. "Bukan penny stock, saham recehan," kata Erry.

Evaluasi untuk penentuan saham induk KOS itu dilakukan berdasarkan data transaksi 12 bulan sebelum perdagangan KOS itu sendiri. KOS yang akan diperdagangkan di BEJ ini menggunakan model Amerika, yaitu realisasi transaksi saham bisa dilakukan kapan saja, selama dalam masa pembelian KOS sampai dengan saat jatuh tempo (maturity) 1 bulan. Ini berbeda dengan model Eropa, di mana realisasi transaksi saham hanya bisa dilakukan saat jatuh tempo. "Jadi, dalam satu bulan itu dia bisa realisasi kapan saja," kata Erry.

Lebih jauh dikatakan, kalau peluncuran KOS ini nanti mendapat respons bagus dari pasar, BEJ akan memilih lebih banyak lagi saham sebagai saham induk KOS. Menurut Erry, penerbitan KOS ini memang diperjualbelikan untuk investor besar sehingga satuan KOS, setiap lotnya akan meliputi seratus ribu saham (satu lot kontrak). Sementara itu, pembayaran transaksi menggunakan sistem T plus 1, satu hari setelah transaksi terjadi harus sudah dibayar. Ini lebih cepat daripada sistem pembayaran pada transaksi saham yang T plus 3. Sekalipun ditujukan untuk investor besar, tetapi menurut Erry, transaksi KOS ini tetap terbuka untuk investor kecil.

Menurut peneliti senior BEJ, Hendy Wong, dalam transaksi KOS jarang sekali investor yang melakukan realisasi terhadap kontrak opsi saham yang dimiliki. (joe/anv)

sumber: