IMA: Usulan dana jaminan reklamasi sulit dipenuhi
 JAKARTA (Bisnis): Indonesia Mining Association (IMA) menilai terlalu berlebihan untuk mewajibkan ke-13 perusahaan tambang yang diberi izin melanjutkan kegiatannya di hutan lindung untuk menyetor terlebih dahulu dana jaminan reklamasi.
Direktur Eksekutif IMA Paul Louis Coutrier mengatakan usulan setor di muka itu tidak akan mungkin bisa dipenuhi oleh investor tambang karena atas dasar apa mereka harus menyetor uang yang nilainya dikatakan mencapai US$15,7 miliar.
"Tidak mungkinlah mereka menyetor uang jaminan sebesar itu ke kas negara terlebih dahulu, sementara aktivitas mereka sendiri belum menghasilkan apa-apa. Bisa jadi mereka justru rugi dalam tambang karena tidak menemukan mineral yang mau mereka cari," katanya kepada Bisnis kemarin.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Greenomic Indonesia, Elfian Effendi mengatakan 13 perusahaan yang diberi izin menambang oleh pemerintah harus menyetor di muka dana jaminan reklamasi sebesar US$15,7 miliar dengan perhitungan biaya reklamasi standar minimum sebesar US$17.000 per hektare atau Rp153 juta per hektare.
Menurut Coutrier, perusahaan tambang secara prinsip sepakat bahwa masalah pemulihan lahan bekas tambang harus diselamatkan dengan upaya reklamasi, tetapi tidak mungkin harus menyetorkan uang jaminan itu terlebih dulu.
Dia mengatakan masalah itu baru bisa dibebankan kepada investor tambang jika kegiatan tambangnya sendiri sudah memasuki tahap produksi dan pengolahan mineral.
Selama ini, tambahnya, perusahaan tambang yang sudah berproduksi selalu mengalokasikan dana dari hasil pendapatannya untuk dana cadangan bagi reklamasi.
Hanya saja, lanjutnya, dana itu tersimpan dalam escrow account perusahaan yang dibukukan dalam neraca tahunan perusahaan.
Sementara itu, Menhut M. Prakosa menyatakan hanya akan memberikan izin pembukaan lahan di areal yang terdapat kandungan bahan tambang saja dan penyerahannya dilaksanakan secara bertahap sesuai jadwal eksploitasi perusahaan.
Menurut dia, pemberian izin tidak akan diberikan sesuai permintaan perusahaan melainkan sesuai dengan areal yang terdapat kandungan bahan tambang.
"Izin akan diberikan secara enclave dan bertahap sesuai dengan jadwal pengerjaan penambangannya," kata Menhut kemarin.
Karena itu, dia akan mengatur pemberian izin operasi berdasar luas kandungan bahan tambang dan pelaksanaannya tidak dilakukan sekaligus melainkan secara bertahap.
Prakosa juga menyatakan siap menerima gugatan dari 13 perusahaan tambang jika mereka merasa dirugikan dengan persoalan luas deposit area itu.
Selain itu, Prakosa juga mengungkapkan pelaksanaan eksploitasi usaha pertambangan yang arealnya tumpang tindih dengan hutan lindung akan menggunakan sistem pinjam pakai lahan yang diatur oleh Menhut.
Karena itu, dia akan menerbitkan peraturan pinjam pakai lahan dan pemberian persetujuan eksploitasi penambang di areal hutan lindung yang sangat ketat. (irs/dot)
sumber: