HPE Batu Bara Segera Terbit

HPE Batu Bara Segera Terbit

Banjarmasinpost, 20 Oktober 2005

Jakarta, BPost
Setelah ditetapkannya pungutan ekspor (PE) batu bara dan produk kulit sebesar lima persen, Departemen Perdagangan (Depdag) juga akan segera menerbitkan harga patokan ekspor (HPE) kedua komoditas ini.

"Untuk mengantisipasi rekayasa yang dilakukan eksportir segera akan dikeluarkan harga patokan ekspor (HPE)," kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri Depdag Diah Maulida di kantornya, Jalan Ridwan Rais, Jakarta, Rabu (19/10).

Menteri Keuangan, Jusuf Anwar, dalam salinan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 95/PMK.02/2005 menetapkan tarif PE atas batu bara yang dikeluarkan pada 11 Oktober 2005 dan berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Namun dalam PMK No 95/PMK.02/2005 itu, tidak ada HPE, sehingga jumlah PE dihitung berdasarkan harga barang di atas kapal (free on board/FOB) yang tercantum dalam pemberitahuan ekspor barang (PEB).

Menurut Diah, dalam masa transisi ini dapat terjadi perbedaan harga barang di atas kapal dan harga dalam pemberitahuan ekspor barang jika belum ditentukan HPE-nya.

HPE yang akan diterbitkan ini berdasarkan usulan dari departemen terkait, misalnya untuk batu bara dari Depertemen Energi dan Sumber Daya Mineral dan kulit dari Departemen Perindustrian.

HPE adalah harga patokan yang ditetapkan setiap bulan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang perdagangan berdasarkan harga rata-rata internasional.

"Kita sedang menyurati dirjen-dirjen tersebut untuk meminta usulan HPE. Prosedurnya sedang disiapkan dengan juklak PP dan tata cara pengusulan HPE dari departemen terkait," kata Diah. dtc

Menanggapi penerapkan pajak batu bara, Ketua Komisi VII DPR, Agusman Effendi, meminta pemerintah untuk berhati-hati dan selektif dalam menerapkan PE batu bara. Tujuannya agar tidak tumpang tindih dengan pembayaran royalti yang sudah dikeluarkan perusahaan batubara.

"Jadi mestinya harus dipertimbangkan dulu, karena ada perusahaan batubara yang sudah membayar royalti sebesar 13,5 persen. Ini juga harus dipilah-pilah," katanya.

Penerapan pajak ini diharapkan tidak mempengaruhi domestic market obligations (DMO) untuk kebutuhan lokal, serta tidak memberatkan pengusaha batubara.

Selain dibutuhkan di dalam negeri, pemerintah harus melihat bahwa batu bara juga untuk keperluan ekspor. Sehingga dalam menentukan kebijakan fiskalnya, pemerintah harus mempertimbangkan beberapa aspek.

Apalagi, lanjut Agusman, saat ini DPR tengah membuat UU Mineral dan Batubara (Minerba) yang juga mengatur masalah DMO. "Inilah yang harus diselaraskan pemerintah, jangan sampai penerapannya menjadi kontraproduktif terhadap barang-barang ekspor," katanya.

Sementara itu, kalangan pengusaha batu bara yang tergabung dalam Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) menolak penerapan PE sebesar lima persen. Menurut mereka, pungutan itu tidak lazim dan tidak mempunyai alasan yang jelas.

"Tidak ada negara di dunia ini yang menerapkan PE bagi produk pertambangan termasuk batu bara karena memang tidak lazim dan tidak mempunyai alasan yang kuat," Ketua Umum APBI, Jeffrey Mulyono.

Jeffrey mengatakan dirinya mengkhawatirkan investor tidak akan ada yang mau menanamkan modalnya di usaha pertambangan di Indonesia dengan penerapan PE yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan No 95/PMK.02/2005 dan berlaku sejak 11 Oktober itu.

Jeffrey mengaku terkejut dengan keluarnya PE batu bara tersebut. Alasannya, dalam pembahasan yang dilakukannya dengan Departemen Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya, kemungkinan besar PE tidak jadi diterapkan. "Departemen ESDM yang saya hubungi mengaku terkejut dengan keluarnya PE itu karena mereka sebelumnya juga menolak," tambahnya

sumber: