HNSI Meminta Debat Kasus Buyat Dihentikan
Jakarta, Kompas - Meski sampai hari ini belum ada jawaban jelas tentang apa penyebab munculnya penyakit yang diderita warga Buyat, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia meminta semua pihak menghentikan perdebatan tentang kasus Buyat. Alasannya, debat itu cenderung merugikan masyarakat setempat dan ada oknum yang memaksa warga Buyat, Sulawesi Utara, memberi jawaban tertentu.
Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) mengacu pada hasil kajian laboratorium National Institute for Minamata Disease Jepang, yang menyimpulkan bahwa penyakit yang diderita sebagian warga Buyat bukan akibat keracunan metilmerkuri.
Maka, HNSI mengimbau pemerintah, Polri, dan berbagai pihak terkait segera menyosialisasikan hasil kajian Institut Minamata tersebut. "Hanya dengan sosialisasi yang diikuti dengan gerakan konsumsi ikan, problem psikologis yang diderita masyarakat Buyat dapat teratasi. Masyarakat pun mulai bekerja secara normal," kata Ketua Umum HNSI Sumyaryo Sumiskum dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (12/10).
Dalam acara tersebut, seorang nelayan asal Buyat bernama Hendrik Pontoh menambahkan, pengalaman di berbagai daerah menunjukkan penderita keracunan seperti tragedi Minamata sulit disembuhkan. Kalaupun sembuh, biasanya menderita cacat. "Tetapi, sejumlah warga Buyat yang diobati di Jakarta beberapa waktu lalu kini telah sembuh," katanya.
Namun, penyebab munculnya benjolan pada sebagian warga Buyat masih misteri. Sebagaimana diungkapkan Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Umar Fahmi Achmadi, pekan lalu, penyebab sebenarnya penyakit yang dialami penduduk kini sedang diteliti oleh tim audit kesehatan masyarakat dari perguruan tinggi yang dipimpin Prof Dr dr Haryoto Kusnoputranto.
"Hasil penelitian Dr Sakamoto akan menjadi bagian dari laporan audit kesehatan masyarakat itu," ujarnya.
Tim independen itu merupakan bagian dari tim besar di bawah koordinasi Kementerian Lingkungan Hidup Nabiel Makarim. Seperti diketahui, tim besar ini juga beranggotakan tim teknis yang hasil temuannya belum diumumkan.
Mengutip penjelasan sekretaris Tim Teknis Kasus Buyat Imam Hendargo, sedikitnya 200 sampel-di antaranya air laut, air baku, air minum, air mandi, air cucian, udara, serta ikan dan beras yang biasa dimakan penduduk-sedang dianalisis di laboratorium.
Manajer Humas Newmont Kasan Mulyono, menanggapi pemberitaan tentang Laporan Telaahan Tim Peer Review Penanganan Kasus Teluk Buyat, menyatakan, pembuangan limbah tailing telah tercakup dalam dokumen analisis mengenai dampak lingkungan PT PT Newmont Minahasa Raya (NMR).
"Pada awal PT NMR beroperasi, belum ada ketentuan perizinan pembuangan limbah tailing. Tahun 2001 baru perlu izin khusus. Kami telah mengajukan permohonan dan mendapatkan izin untuk penempatan limbah tailing di Teluk Buyat," kata Kasan.
Dalam laporan itu disebutkan, PT NMR membuang limbah tailing yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) tanpa memiliki izin pembuangan limbah, dalam kurun waktu tahun 1996 hingga 2000. (ATK/JAN/LAM)
sumber: