Harga Timah Tertinggi sejak 1989
Jakarta, Kompas - Menyusul yang terjadi pada baja, komoditas timah juga terus mengalami lonjakan harga yang dibarengi dengan kelangkaan di pasar dunia akibat tingginya permintaan dan keterbatasan suplai. Selasa (30/3) pekan ini, harga jenis logam ini mencapai titik tertinggi sejak Oktober 1989, yakni 8.480 dollar AS per ton, di Bursa Logam London (LME), meski kemudian sedikit turun ke 8.425/8.475 dollar AS per ton hari Rabu.
Padahal, awal tahun ini harga timah masih 6.300 dollar AS per ton. Dalam dua tahun terakhir, harga timah sudah naik dua kali lipat dan harga ini diperkirakan akan terus bergerak mendekati level Juni 1989, yakni 10.428 dollar per ton. Stok timah di gudang LME sendiri terus menyusut sebesar 525 ton menjadi 7.195 ton hari Rabu, atau terendah sejak Februari 1999, dan lambat laun diyakini akan menuju level terendah yang pernah terjadi Juni 1998, yakni 4.585 ton.
"Erosi (stok) timah sekarang ini sudah benar-benar akut, dengan 7.000 ton yang ada di gudang LME sekarang ini hanya cukup untuk konsumsi dunia selama sepekan lebih. Ditambah stok di luar LME, stok itu hanya cukup untuk tiga pekan," ujar Ed Meir dari Man Metals, seperti dikutip Reuters.
Analis CRU memperkirakan konsumsi timah dunia saat ini sekitar 15.000 ton di atas suplai yang sekitar 200.000 ton. Angka kesenjangan antara pasokan dan permintaan ini diperkirakan bisa melebar lagi menjadi 20.000 ton dalam tahun ini.
Sebagian besar tambang timah dunia saat ini tak mampu meningkatkan produksinya. Sementara dua produsen timah terbesar dunia, yakni China dan Indonesia, juga tidak bisa berbuat banyak untuk menutup kekurangan tersebut. Produksi timah China memang meningkat, tetapi permintaan timah dalam negeri juga sangat kuat, di tengah boom ekonomi negara tersebut. Tingginya kebutuhan dalam negeri itu membuat China juga mengurangi ekspor timahnya ke pasar dunia.
Sementara itu, PT Timah yang merupakan produsen timah terbesar dunia dari Indonesia sekarang ini juga mengalami kekurangan biji timah untuk diolah. Dalam laporan yang dikeluarkan Selasa lalu, PT Timah menyebutkan produksi tahun lalu sebanyak 45.906 ton, atau meningkat dari 43.528 ton tahun 2002. Namun, untuk tahun ini produksi diperkirakan sedikit menyusut menjadi 42.000 ton.
Menurut analis dari Mitsui Bussan Commodities, Martin Fewings, PT Timah sudah mengindikasikan menyusutnya secara cepat cadangan bahan baku yang dimilikinya, yakni turun hingga 81 persen menjadi 1.978 ton pada akhir 2003. Depresi harga yang berlangsung beberapa tahun lalu, juga membuat banyak produsen timah Barat tutup, sementara proyek tambang timah baru juga tak banyak muncul. Sekitar 31 persen konsumsi timah dunia adalah untuk peralatan elektrik. (Reuters/tat)
sumber: