Harga solar industri tambang ikuti mekanisme pasar sejak 1 Juli

Harga solar industri tambang ikuti mekanisme pasar sejak 1 Juli

Pertambangan, Selasa, 12/07/2005

 

JAKARTA (Bisnis): Harga BBM jenis solar untuk industri pertambangan dan migas berorientasi ekspor dipastikan berlaku sesuai mekanisme pasar dengan menggunakan formula perhitungan MOPS+15%.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan dirinya sudah mengeluarkan instruksi mengenai hal tersebut sehingga diminta segera diberlakukan secara menyeluruh di sektor terkait pada pekan ini.

"Saya instruksikan hari ini [kemarin]. Jadi pelaksanaannya [menyeluruh], pekan ini juga. Ini sudah dijalankan, saya tidak hanya menyetujui. [Harga] tentunya pakai harga internasional," katanya usai menghadiri rapat kerja dengan menteri bidang ekonomi di Depkeu kemarin.

Ketika dikonfirmasi, Kepala Divisi Pemasaran BBM PT Pertamina A. Faisal mengakui pihaknya telah memberlakukan harga baru untuk BBM jenis solar bagi industri migas dan pertambangan yang berorientasi ekspor sejak 1 Juli lalu.

Selain dikenakan di sektor industri itu, dia menuturkan harga baru solar juga diterapkan untuk pelaku usaha besar dengan konsumsi di atas 500 kiloliter per bulan.

"Ya... sudah diberlakukan sejak tanggal 1 Juli. Yang sudah berlaku, a.l. bagi pertambangan umum dan migas, misalnya, batu bara dan KPS [kontraktor production sharing] seperti Caltex, Unocal, dan sebagainya."

Terkait perhitungan harga baru itu, Faisal mengatakan Pertamina menerapkan formula MOPS (Middle Oil Plats Singapore) +15%. Untuk saat ini, dia mencontohkan posisi harga solar berada di kisaran Rp4.700 per liter.

Dia mengakui instruksi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro memang baru keluar kemarin.

Namun, lanjutnya, Pertamina sudah melakukan konsultasi lisan mengenai hal itu dan menteri mendukung keputusan tersebut.

Apalagi, katanya, konsumsi BBM sektor usaha itu juga diperhitungkan sudah melebihi pagu yang dipatok Pertamina.

"Menurut menteri, tidak adil kalau industri yang berorientasi ekspor tetap diberi harga Rp2.200 per liter. Ini juga sudah melewati kuota yang ditetapkan. Jadi nanti yang akan diterapkan harga valuta asing itu bisa sekitar 11juta-13 juta kiloliter."

Tidak melanggar 

Sementara itu, Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro mengatakan hal ini tidak bertentang dengan Peraturan Presiden (perpres) No.22/2005 tentang harga jual BBM dalam negeri.

Hal ini disebabkan pemerintah memperbolehkan Pertamina melakukan pendekatan sendiri dengan konsumennya untuk menentukan harga yang sanggup ditanggung. Sehingga, jika terjadi perubahan, ini di luar urusan pemerintah.

"Prinsipnya Perpres No. 22/2005 itu tidak berubah. Apabila pertamina akan melakukan dengan pendekatan antara produsen konsumen di luar aturan yang ditetapkan pemerintah, silakan saja."

Dia menegaskan penentuan harga ini dimungkinkan dapat dilakukan Pertamina sepanjang konsumen dapat menyetujuinya. Apalagi, lanjutnya, sejauh ini BUMN migas itu dinilai tidak melanggar ketentuan pemerintah.

"Itu memang di luar kami, artinya pemerintah menggariskan sesuatu, tapi kemudian Pertamina melakukan pendekatan sendiri, lalu ada aturan sendiri yang tidak bertentangan, ya tidak masalah."

Di lain pihak, Presiden Direktur PT Caltex Pacific Indonesia W. Yudiana Ardiwinata mengungkapkan dirinya belum menerima informasi itu karena tidak sedang berada di tempat pekerjaan.

Kendati hal ini berpotensi menimbulkan dampak terhadap aktivitas operasi di sektor industri hulu migas, dia menyatakan pihaknya tetap harus mematuhi kebijakan yang diputuskan pemerintah.

Yudiana menambahkan kebutuhan BBM di industri hulu migas sendiri mayoritas diperlukan untuk keperluan transportasi.

Pemberlakuan harga baru solar itu, kata dia, diduga bakal menjadi masalah baru baru subkontraktor yang diperkerjakan. (06)

 

sumber: