Harga nikel 2005 terus naik akibat pasokan minim
JAKARTA (Bisnis): Tren harga nikel diprediksi naik pada tahun 2005 karena minimnya pasok komoditas tambang itu di pasar internasional. Dirut PT Aneka Tambang (Antam) Tbk Deddy A. Sumanegara mengatakan tren harga nikel akan meningkat pada 2005 karena produksi nikel, termasuk pasok dari Indonesia, diduga tidak mampu memenuhi pertumbuhan permintaan dunia sebesar 4,2% per tahun.
Menurut Deddy, pertumbuhan permintaan dunia terhadap bahan tambang itu dipicu membaiknya industri stainless steel di sejumlah negara, terutama Cina.
"[Harga nikel tahun depan] masih bagus. Saya masih optimis [tren naik], karena supply demand [di pasar dunia] belum seimbang, tahun depan masih akan sekitar US$5 per pon," kata Deddy di Jakarta kemarin.
Bisnis mencatat kebutuhan nikel Cina diperkirakan mencapai 5,3 juta ton tahun depan, atau meningkat dibandingkan tahun 2003 yang hanya 4,2 juta ton. Sedangkan permintaan dunia atas nikel diduga meningkat 3,2% atau menjadi 1,29 juta ton.
Harga nikel di bursa berjangka London mencapai nilai US$12.700 per ton belum lama ini, sementara di pasar spot US$15.600-US$15.700 per ton.
"Produksi [tahun depan] sekitar 1,2-1,3 juta ton itu tidak ada tambahan produk baru, dan meskipun ada tambahan belum dapat mengejar kekurangan pasar," tutur Deddy.
Deddy mengatakan tinggginya harga minyak juga menyebabkan biaya operasi tambang nikel melambung hingga rata-rata 33%. Sedangkan di tambang emas, biaya itu terdongkrak 20%.
Menurut dia, situasi itu tidak hanya dihadapi oleh Antam tapi seluruh produsen global.
"Karena itu perlu efisiensi, baik di strategis [perbaikan peralatan/relining] maupun operasional."
Deddy menyebutkan biaya produksi nikel Antam sekarang mencapai US$3,4 per pon menyusul relining yang dilakukan tahun ini. Tahun depan, dia menargetkan, pos biaya itu dapat ditekan hingga US$2,2-US$2,4 per pon.
"Sekarang memang ketinggian karena ada perbaikan powerplant, setelah itu [tahun depan] cash flow kami akan membaik lagi."
Tingkatkan produksi
Dia mengungkapkan tambahan pasok nikel dari Indonesia baru dapat direalisasikan pada 2007 saat mulai beroperasinya sejumlah proyek tambang nikel baru, seperti Goro dan Voisey Bay di kawasan timur Indonesia.
Sedangkan Antam, tambah Deddy, tengah berupaya menaikkan kapasitas produksi yang saat ini masih berkisar 10.000 ton per tahun agar dapat bersaing dengan produsen nikel lainnya.
"Kapasitas pesaing kami antara 30.000-40.000 ton per tahun. Kami baru 10.000 ton [per tahun], bagaimana kami akan bersaing?"
Untuk menaikkan kapasitas itu, Deddy memaparkan pihaknya melanjutkan perbaikan powerplant salah satu instalasi peleburan nikel, FeNi (ferronikel smelter) II, sehingga meningkatkan efisiensi.
Tahun ini, jelasnya, Antam melakukan perbaikan (relining) mesin peleburan FeNi II yang dimulai September lalu dan dijadwalkan selesai Januari 2005.
"Relining FeNi II mulainya September kemarin, baru akan selesai Januari, on schedule. Kami gunakan teknologi sistem pendingin baru yang sama dengan copper coller, disamakan dengan FeNi II."
Dengan perbaikan itu, kata dia, Antam menargetkan peningkatan penggunaan kapasitas produksi mesin peleburan hingga 10% atau sekitar 500 ton per tahun. Saat ini, tukasnya, FeNi II menghasilkan sekitar 5.000-6.000 ton nikel per tahun.
Relining FeNi II itu sendiri meneruskan program pemerliharaan peralatan tahun lalu yang telah memperbaiki FeNi I pada januari 2003. (06)
sumber: