Harga minyak sentuh rekor US$62,30

Harga minyak sentuh rekor US$62,30

Bloomberg

 

Bisnis, 3 Agustus 2005

 

LONDON: Harga minyak mentah sempat menyentuh rekor tertinggi US$62,30 per barel kemarin akibat spekulasi menyangkut pasok minyak pascameninggalnya Raja Fahd di Arab Saudi. Namun harga minyak itu akhirnya turun sebesar US$0,57 (0,9%) menjadi US$61 per barel di New York Mercantile Exchange kemarin.

Harga sempat menyentuh posisi tertinggi US$62,30 per barel sejak kontrak ini diperdagangkan pada 1983.

Posisi ini tercapai setelah timbul kekhawatiran bakal terjadi ketidakstabilan di pasar me-nyusul meninggalnya sang Raja. Maklum saja, negara ini menyimpan cadangan minyak terbesar di dunia dan memompa lebih dari 10% pasok minyak mentah global.

Arab Saudi merupakan pemain kunci di kalangan eksportir minyak. Negara ini seakan mempunyai tanggung jawab dalam menstabilkan pasar, tidak hanya dalam hal pemenuhan produksi bagi pasar, namun juga berupaya mengatur cadangan jika terjadi hal-hal yang mengejutkan, kata Muhammad-Ali Zainy, analis di Centre for Global Energy Studies, London.

Tak heran jika dikatakan aliran minyak dari Arab Saudi ini telah menyokong pertumbuhan ekonomi sejumlah negara termasuk AS, China, dan Jepang, tiga negara yang dikenal sebagai konsumen terbesar.

Perannya juga diperhitungkan di antara anggota negara-negara pengekspor minyak (OPEC).

Negara ini juga yang memimpin kenaikan pasok dalam beberapa tahun terakhir untuk mengatasi tingginya permintaan minyak global.

Dubes Arab Saudi untuk AS Pangeran Turki al-Faisal mengharapkan kebijakan perminyakan tetap berlanjut di bawah kepemimpinan Pangeran Abdullah, pengganti Raja Fahd.

Saudi mendongkrak produksi minyak sampai 18% menjadi 9,4 juta barel per hari periode akhir 2002-April 2003, ketika militer AS menggulingkan Presiden Irak Saddam Husein. Ini menunjukkan kemampuan negara itu yang sangat besar dalam suplai minyak.

Dengan kondisi seperti itu, pasar agaknya menyadari tidak akan banyak penyesuaian kebijakan perminyakan negara itu. Harga minyak sendiri sudah naik dua kali lipat selama dua tahun terakhir akibat kenaikan konsumsi.

Bom di Iran

Sementara itu, sebuah bom meledak di Ibu Kota Iran, Teheran, kemarin. Jubir Kedubes Inggris menjelaskan bom meledak di gedung perkantoran perusahaan-perusahaan Barat termasuk BP Plc dan British Airways Plc. Disebutkan tidak ada korban yang terluka serta kerusakan yang ditimbulkan tidak begitu berarti.

BP, perusahaan minyak terbesar Eropa, melaporkan tidak ada korban terluka. Sementara perusahaan penerbangan terbesar ketiga, menyatakan tidak terpengaruh oleh ledakan itu.

Iran merupakan negara produsen kedua terbesar di antara anggota OPEC dengan suplai global mencapai 40%. Ulasan Ann-Louise Hittle dari Wood Mackenzie Consultants Ltd menyebutkan OPEC dapat memproduksi tambahan minyak sebanyak 2 juta barel per hari.

Sementara selama Juni organisasi ini sudah mengalirkan minyak lebih bari 30 juta barel per hari. Dan Arab Saudi yang terbesar dalam hal kapasitas cadangan.

sumber: