Harga BBM Belum akan Dinaikkan

Suara Karya, 11 Juli 2005

 


JAKARTA (Suara Karya): Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) mulai ditimbang-timbang pemerintah sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi krisis energi sekarang ini.

Namun demikian, pemerintah masih menilai penurunan konsumsi dan penghematan pemakaian BBM sebagai alternatif paling mungkin. Dengan kata lain, untuk sementara ini, pemerintah belum akan menaikkan harga BBM.

"Soal kenaikan harga BBM, kita harus hati-hati," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro usai rapat di rumah dinas Wapres di Jakarta, Sabtu malam lalu. Dipimpin langsung oleh Wapres Jusuf Kalla, rapat tersebut diikuti delapan menteri dan pejabat terkait. Rapat membahas tindak lanjut rencana kebijakan pemerintah terkait penghematan energi.

Minggu kemarin, Presiden Susilo Yudhoyono juga menggelar rapat dengan gubernur se-Indonesia di Jakarta, khusus membahas pelaksanaan gerakan hemat energi. Dalam kaitan itu, Presiden mengeluarkan Inpres No 10/2005 yang ditandatangani kemarin. Inpres No 10/2005 ini mengatur penghematan energi yang antara lain menggariskan pengurangan penggunaan penerangan dan alat pendingin (AC) di gedung kantor atau bangunan, penggunaan peralatan yang menggunakan energi listrik, serta kendaraan dinas yang dikelola pemerintah maupun BUMN/BUMD.

Inpres No 10/2005 dikeluarkan agar konsumsi BBM tidak melebihi kuota nasional sebesar 59,6 kilo liter serta diharapkan menjadi solusi jangka pendek untuk menghemat BBM. Menurut Purnomo, prinsipnya Inpres No 10/2005 hanya mengurangi kenyamanan, tapi tidak sampai mengganggu aktivitas ekonomi. Untuk itu, para gubernur diminta mengawasi pelaksanaan Inpres No 10/2005 ini di daerah masing-masing dengan melibatkan para bupati dan walikota.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR-RI Yuddy Chrisnandi menyatakan, kenaikan harga BBM harus menjadi alternatif terakhir. Ini makin beralasan, katanya, karena pemerintah sendiri sudah menyebutkan bahwa ada hal-hal lain yang bisa didahulukan. Misalnya melakukan gerakan hemat energi, membatasi pasokan BBM ke masyarakat, juga revitalisasi Pertamina.

"Itu dulu yang harus dilakukan sebelum memutuskan menaikkan harga BBM," kata Yuddy kepada Suara Karya. Untuk itu, Yuddy menekankan perlunya masyarakat dibuat mengerti dan sadar tentang urgensi gerakan hemat energi. Kata kuncinya, menurut dia, pemerintah sendiri harus transparan dan berani membuka persoalan kepada masyarakat. Misalnya terus-terang membeberkan kondisi saat ini menyangkut perminyakan nasional maupun keuangan negara.

"Tanpa transparansi, mustahil masyarakat mau tahu dan mau mendukung gerakan hemat energi," kata Yuddy. (

sumber: