Harga batubara diduga tetap tinggi
Bisnis, 25 Maret 2004,
Suasana tenang di jalanan sangat kontras dengan suasana di Hotel Shangri-la, tempat konferensi berlangsung. Salah satu topik panas yang dibahas adalah melesatnya harga batu bara dunia, seperti layaknya balap mobil Formula I yang tak lama lagi diadakan di Sirkuit Syah Alam, Se-pang, tiga jam perjalanan dari
Perdebatan yang selalu ditunggu selama konferensi, sebesar apa dan seberapa lama harga batu bara akan terus melejit? Dan, sejauh mana pengaruh Cina terhadap pasar batu bara ke depan?
Seluruh pasar batu bara
Ini tentu menjadi catatan tersendiri yang mengembirakan bagi para produsen batu bara di Pasific Rim, apalagi pada saat yang sama produsen
Bagi
Dari tahun ke tahun tingkat produksi dalam negeri terus meningkat. Pada 2003 produksi nasional 123,6 juta ton dan diperkirakan akan meningkat terus di tahun ini sebesar 135,4 juta ton. Tingkat poduksi di atas 150 juta ton dipastikan akan terwujud pada 2006.
Dengan kondisi pasar sekarang dan khususnya pada sisi harga batu bara yang diperkirakan akan bertahan tinggi selama dua tahun ke depan, maka tentunya selama waktu tersebut devisa ekspor batu bara
Terlebih lagi harga batu bara diperkirakan akan masih tetap tinggi. Kondisi ini akan meningkatkan masukan royalti yang relatif cukup besar bagi pemerintah pusat maupun daerah.
Dengan tingkat perkiraan produksi sebesar 135,4 juta ton pada 2004 dan juga perkiraan tingkat ekspor mencapai 99,3 juta ton,
Di pasar domestik pun, akan terjadi peningkatan kebutuhan batu bara sebesar 32,2 juta ton. Peningkatan akan terjadi pada 2007 dengan beroperasinya secara penuh PLTU (pembangkit listrik tenaga uap) Tanjung Jati-B serta kemungkinan besar PLTU Cilacap.
Kondisi pasar
Pada dasarnya pasar batu bara secara ekonomi sudah tersegmenkan. Afrika Selatan dan Kolumbia ke
Bagi produsen
Saat ini, pasar batu bara
Fenomena pasar batu bara
Sepanjang sejarah perdagangan batu bara, pertama kalinya harga menembus US$50,45 per ton (Barlow Jonker Spot-11 Maret 2004), yang seminggu sebelumnya masih pada US$47,50 per ton. Bahkan, National Power Corp, Filipina (NPC) dengan kondisi stok batu bara di PLTU Masicloc, telah menyetujui pembelian batu bara satu panamax dari Xstratas Mount Owen (Australia) seharga US$55 per ton FOB (freight on board) atas dasar nilai kalori 6,300 kcal/kg (ar) untuk pengapalan April atau Mei tahun ini.
Pengapalan dari
Cina melalui National Development and Reform Commission (NDRC) dan Ministry of Commerce (MOC), telah merencanakan pembatasan ekspor batu bara pada 2004.
Dipertegas juga setiap kebijaksanaan dalam menentukan perhitungan kuota ekspor batu bara harus didahului dengan perhitungan pertimbangan keamanan ekonomi, penggunaan sumber daya batu bara yang rasional, rencana industri yang ada serta kondisi pasar batu bara domestik dan ekspor.
Dengan tingkat perkiraan pertumbuhan GDP (gross domestic product) Cina sebesar 7 %, maka tingkat kenaikan kebutuhan listrik akan dapat mencapai 15 %. Dengan kondisi ini, maka untuk dapat memenuhi kebutuhan batu bara di dalam negeri, pembatasan ekspor sebesar 80 juta ton pada 2004 diperkirakan meleset dan jauh dari angka itu, walaupun tingkat produksi batu bara Cina mencapai 1,608 miliar ton pada 2003 atau naik 15 % dari produksi 2002 yang besarnya 1,39 miliar ton.
Juga, dengan kejadian padamnya listrik di 21 provinsi di kuartal ke-4 2003 akibat pasokan batu bara, menjadi pelajaran bagi Cina dalam membuat kebijakan ekspor batu baranya. Dan, tidak seperti di Indonesia yang masing-masing produsen atau trader dapat melakukan ekspor, maka Pemerintah Cina (NDRC) sampai saat ini hanya mengizinkan ekspor kepada China Coal, Shenhua, Shanxi Coal, dan Minmetal.
Melihat kondisi yang ada, diperkirakan harga batu bara tetap akan bertahan tinggi (di atas US$40 per ton) selama dua tahun ke depan. Sedangkan, biaya pengangkutan laut juga diperkirakan akan tetap tinggi karena Cina masih memerlukan banyak armada laut untuk memenuhi kebutuhan impor bijih besi sampai 700 juta ton pada 2007, atau naik 520 juta ton pada 2003, atau 37 % dari perdagangan dunia.
Dengan tingginya harga batu bara di pasar internasional yang diperkirakan masih akan berlangsung panjang, maka hal ini tentu menjadi peluang bagi seluruh produsen batu bara di dalam negeri.
Namun, dengan kebijakan bebas ekspor bagi setiap produsen ataupun trader diharapkan tidak akan mengganggu pasokan kebutuhan batu bara di dalam negeri, khususnya untuk pembangkit-pembangkit besar seperti PLTU Suralaya, PLTU Paiton 1 & 2 , dan PLTU Swasta Paiton I &II.
Harga yang harus dibayar dengan terhentinya pasokan batu bara ke pembangkit-pembangkit tersebut di atas akan menghasilkan multiplier effects yang secara ekonomi ruginya justru lebih besar nilainya dari kenaikan harga batu bara yang di dapat.
Dengan tingginya batu bara di pasaran ekspor dan di sisi lain tidak adanya pengaturan perdagangan batu bara oleh Pemerintah Indonesia terhadap batu bara, PT PLN (PT Indonesia Power dan PT Pembangkitan Jawa Bali) sebagai pembeli dan pemakai terbesar harus melakukan komunikasi intensif secepatnya dan terus menerus dengan produsen agar keamanan jaminan pasokan tidak terganggu, khususnya kondisi menjelang pemilu pada April 2004 sampai dengan terbentuknya pemerintahan baru nantinya.
Akhirnya, apapun segala isi bumi di
Oleh Singgih Widagdo
Direktur Masyarakat Batubara