Harga Baja Masih Menurun

Dalam  setahun terakhir ini, harga baja dunia terus menurun. Pada Juli 2008 harga baja sempat menembus US$1.125 per ton, namun harga baja-khususnya baja canai panas (hot-rolled-coils/HRC)-pada Mei 2009 menjadi US$395 per ton. Melemahnya konsumsi menyebabkan ceruk pasar kian menyempit.  Pasar yang semakin sempit ini semakin tidak menguntungkan karena pada saat bersamaan diperebutkan oleh begitu banyak pemain, alias terjadi oversupply saat ini. Hal ini juga akan berpengaruh pada harga bahan baku (iron ore) yang juga akan semakin menurun. Kenaikan harga minyak bumi sampai menembus US$ 70 per barrel rupanya belum cukup mampu untuk menggairahkan permintaan di sektor ini.

Beberapa waktu lalu sempat diberitakan bahwa  Krisis global telah menyebabkan industri baja Indonesia mengalami penurunan produksi hingga 30-40%. Namun penurunan itu juga diderita oleh industri baja dari berbagai dunia.  Pemerintah juga akan terus mengembangkan industri konstruksi baja dalam negeri untuk tetap menjaga pasar domestik. Informasi dari Indonesia Iron and Steel Industry Association, penyerapan konsumsi baja dalam negeri pada triwulan pertama 2009 masih di bawah 500.000 ton. Konsumsi  terparah terjadi pada bulan Januari dan Februari yang sempat melorot hingga 40% meskipun pada bulan April mulai membaik. Di sisi lain, masuknya impor baja dari luar juga menjadi salah satu isu penting pasar baja dalam negeri.

Selama  ini di Indonesia baja di produksi oleh PT Krakatau Steel di Cilegon. Proses produksi baja di PT Krakatau Steel dimulai pada pabrik pembuatan besi yang menggunakan proses reduksi langsung bijih besi dengan gas alam. Hasil produksi yang berupa besi spons ini selanjutnya dilebur bersama dengan besi bekas (scrap) pada proses pembuatan baja yaitu pabrik baja slab dan pabrik baja billet. Proses pembuatan baja tersebut menggunakan teknologi dapur busur listrik yang dilanjutkan dengan proses pengecoran kontinu menjadi baja slab dan baja billet.

Baja slab dicanai dalam kondisi panas pada pabrik baja lembaran canai panas menjadi baja lembaran panas berupa coil, strip, maupun pelat. Sebagian baja lembaran panas ini langsung dijual ke konsumen atau diproses lebih lanjut di fasilitas produksi lainnya yaitu pabrik baja lembaran canai dingin. Pabrik ini menghasilkan produk baja lembaran dingin berupa baja lembaran panas yang dipickling, maupun baja lembaran dingin dengan perlakukan anil atau temper. Produk baja lembaran yang dihasilkan bisa berupa coil maupun sheet. Billet baja yang dihasilkan sebagian dijual ke konsumen namun pada umumnya diproses lebih lanjut di pabrik baja batang kawat menjadi batang kawat.

Tata Niaga Baja Diatur

Departemen Perdagangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21 Tahun 2009 tentang Ketentuan Impor Besi Baja yang berlaku efektif mulai 11 Juni 2009 hingga 31 Desember 2010. Aturan ini merupakan revisi dari Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2009 yang pelaksanannya tertunda sejak 1 April lalu.

Peraturan tersebut bertujuan untuk mengendalikan impor baja agar masuk sesuai kebutuhan. Setiap importir besi dan baja wajib melakukan registrasi Importir Produsen dan Importir Terdaftar serta melakukan verifikasi teknis di pelabuhan muat.

Ketentuan impor besi baja tidak berlaku terhadap besi baja impor untuk industri dalam rangka pelaksanaan Pasal 25 Ayat 1 dan Pasal 26 Ayat 1 Undang-Undang Kepabeanan, besi baja yang diimpor sementara, besi baja yang dimasukkan ke Kawasan Perdagangan Bebas, Pelabuhan Bebas, dan Tempat Penimbunan Berikat.

Selain itu, Importir Produsen (IP) dan Importir Terdaftar (IT) yang telah diterbitkan berdasarkan peraturan sebelumnya, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 tahun 2009 tentang Ketentuan Impor Besi Baja tetap berlaku dan diperlakukan sesuai dengan ketentuan Permendag Nomor 21 Tahun 2009.

edpraso

sumber: