Globalwitness Ungkap Skandal Keuangan Freeport dengan Pejabat Militer RI
Globalwitness Ungkap Skandal Keuangan Freeport dengan Pejabat Militer RI
Sinar Harapan, 4 Agustus 2005
Skandal ini, kata Siti Maemunah, menjadi catatan karena ini bukan yang pertama kali. Pada tahun 2001 dan 2002, Freeport menyatakan membayar jasa keamanan kepada TNI senilai US$ 10,3 juta. Kemudian fakta di atas juga semakin menguatkan terjadinya hubungan mesra antara korporasi pertambangan dan militer. Bahwa kini di banyak lokasi tambang di Indonesia kehadiran pasukan keamanan, baik tentara maupun polisi telah memicu terjadinya tindak kekerasan dan pelanggaran HAM terhadap masyarakat lokal. Sebuah data yang dihimpun LSM Jaringan Tambang (JATAM) Indonesia, mencatat kehadiran penjaga keamanan di 15 lokasi tambang milik swasta asing berasosiasi dengan terjadinya pemukulan, penangkapan, intimidasi, bahkan penembakan hingga mengakibatkan korban jiwa. “Sekarang kami mendesak Pemerintah segera mengkaji ulang penempatan pasukan TNI maupun polisi dari lokasi-lokasi pertambangan,� kata Siti.
Siti Maemunah, menambahkan dengan menempatkan polisi ataupun militer mengamankan pertambangan, terkesan masyarakat diposisikan sebagai kelompok yang mengancam keberadaan pertambangan. “Salah satu contohnya tergambar dari Surat khusus untuk pengamanan PT Freeport berupa SK Kapolda Irian Jaya No. Pol. Juklak/03/5/1973 tertanggal 1 April 1973 tentang Petunjuk Pengamanan Tempat Industri Vital dari Perusakan oleh masyarakat,� tambahnya. “Hal ini sangat bertentangan dengan pernyataan-pernyataan pelaku pertambangan bahwa mereka mampu membangun hubungan mutualis dengan rakyat dan lingkungan sekitar pertambangan.�
Sementara, Mahidin Simbolon menyatakan tidak benar dirinya pernah menerima sejumlah dana dari Freeport. Dirinya sudah dihubungi Globalwitness sebulan yang lalu untuk menanyakan masalah yang sama, namun ia tetap menjawab tidak ada aliran dana keamanan yang masuk ke kantongnya.
“Sebulan yang lalu saya ditanya macam-macam oleh Globalwitness. Tentang ma-salah Timor Timur sampai soal dana dari Freeport. Saya jawab tidak ada sama sekali. Kalau pemimpin-pemimpin terdahulu dapat, tentu saya dapat. Tetapi kenyataannya tidak,� ujarnya di Bangkok saat dikonfirmasi SH dari Jakarta.
Menurutnya, laporan tersebut merupakan upaya-upaya untuk menjatuhkan dirinya maupun Mabes TNI khususnya Angkatan Darat. Meskipun namanya disebut-sebut dengan jelas dalam laporan tersebut, secara pribadi maupun kelembagaan tidak akan ada upaya hukum untuk mengadukan LSM tersebut. “Percuma saja menghadapi LSM. Rumit dan capek. Biar, saja anggap seperti angin lalu,� tambahnya.
Ia sendiri sudah mendapatkan informasi yang sama dari Mabes TNI. Sejauh ini, Mahidin mengaku sudah memberi tahu Asintel Kasum dan mengirimkan surat pada Wairjen TNI. Menurut Mahidin, Mabes sendiri tidak akan mengambil langkah hukum.
Tidak Benar
Sementara itu, menanggapi kebenaran berita ini, dua pihak perusahaan tambang yang namanya sempat tercantum dalam daftar perusahaan yang memakai jasa aparat untuk melindungi mereka, menyatakan cerita itu tidak benar adanya. “Isu ini sebenarnya sudah merupakan barang rongsokan. Tidak pernah benar kami menyuap aparat untuk melindungi kami. Karena semua dana yang keluar untuk keamanan kami lakukan sesuai dengan kaidah transparansi yang bisa dipertanggungjawabkan,� jawab Siddharta Moersjid, Senior Manager Corporate Communication PT Freeport Indonesia, setelah diminta tanggapannya mengenai hal ini hari Rabu